"Saya Tidak Kerja Karena Banjir, Tanjung Priok Seperti Kota Mati, Hujan, Banjir Sepaha, dan Gelap"
anjung Priok di Jakarta Utara merupakan salah satu daerah yang terkena dampak paling parah.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hujan lebat di DKI Jakarta dan sekitarnya sejak Minggu (8/2/2015) lalu, membuat sebagian besar wilayah ibu kota banjir.
Tanjung Priok di Jakarta Utara merupakan salah satu daerah yang terkena dampak paling parah.
Banjir menimbulkan trauma bagi Lawrensya Simbolon (26 tahun). Warga Jalan Swasembada Barat IX, Kelurahan Kebon Bawang, Kecamatan Tanjung Priok itu menilai ini merupakan banjir paling parah yang pernah dihadapinya.
Ketinggian air di tempat tinggalnya mencapai sekitar 70 sentimeter (cm). Akibat dari banjir tersebut, pada Selasa ini, dia tidak bisa kemana-mana. Sebab, banjir membuat akses kendaraan terputus.
"Saya tidak bisa kerja karena banjir. Saya trauma. Ini banjir terparah di Tanjung Priok," ujar Lawrensya kepada wartawan, Selasa (10/2/2015).
Berbeda dibandingkan satu hari sebelumnya, di mana dia masih bisa bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta Barat. Pada Senin kemarin, dia sampai di rumah sekitar pukul 23.00 WIB, setelah menempuh perjalanan selama delapan jam.
Perjuangan harus dilalui untuk dapat sampai ke rumah. Dia pulang dari tempat kerja sejak pukul 15.00 WIB. Alangkah terkejutnya, sewaktu sampai di Tanjung Priok, dia melihat keadaan sekitar sudah seperti lautan. "Saya sampai di Tanjung Priok sudah seperti lautan," ujarnya.
Pada hari ini, praktis aktivitas dia hanya berada di dalam rumah. Lawrensya mengaku tidak bisa melakukan kegiatan karena akses kendaraan terputus. Ditambah kenyataan persediaan makanan terbatas.
"Saya tidak bisa kemana-mana karena banjir. Saya kehabisan makanan. Tidak ada yang jual bahkan mie instan pun habis di warung. Banjir di daerah rumah sepaha bawah, diujung jalan rumah sepingang. Makanya tidak bisa cari makanan," katanya.
Kondisi ini diperparah karena listrik di sekitar tempat tersebut dimatikan untuk menghindari aliran listrik. Kemudian, tidak ada sinyal telepon genggam. Dia mengaku kesal karena banjir tersebut.
"Yang paling nyebelin mati lampunya lama, lilin sudah tidak ada. Senin malam, Tanjung Priok sudah seperti kota mati. Hujan, banjir sepaha, dan gelap. Sinyal telepon genggam SOS sampe sore tadi baru stabil," keluhnya.
Lawrensya berharap pemerintah segera menyalurkan bantuan dan tanggap menanggulangi banjir tersebut. "Belum ada bantuan dari kelurahan maupun kecamatan untuk menyalurkan makan dan air bersih," tambahnya.