Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perangko Kuno Bernilai Lebih Mahal Dibanding Lukisan

Direktur Galeri Apik, Rahmat menyatakan, perangko bisa bernilai mahal karena keantikan, keunikan, dan nilai sejarahnya.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Perangko Kuno Bernilai Lebih Mahal Dibanding Lukisan
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
GEBYAR FILATELI 2015 - Mahasiswa menyaksikan sejumlah perangko dan kartu pos dunia yang dipamerkan pada Gebyar Filateli 2015 di Kampus Sekolah Tinggi Manajemen Logistik Indonesia (STIMLOG), Jalan Sukaasih, Kota Bandung, Rabu (25/3). Di acara tersebut juga diresmikan pembentukan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Filatelis pertama di kampus STIMLOG yang ditandai dengan penandatanganan kerja sama antara STIMLOG dengan Divisi Filateli Pos Indonesia. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak hanya lukisan, perangko diketahui memiliki nilai yang mahal. Apalagi perangkonya sudah kuno.

Direktur Galeri Apik, Rahmat menyatakan, perangko bisa bernilai mahal karena keantikan, keunikan, dan nilai sejarahnya. "Di berbagai belahan dunia diakui memiliki fungsi investasi seperti halnya lukisan," kata Rahmat di Jakarta, Selasa (4/8/2015).

Bahkan, ia menyebut sebagian perangko memiliki nilai lebih tinggi daripada lukisan di mata kolektor.

Dikatakannya, perangko tidak bisa dipisahkan dari seni karena dibuat oleh seniman, dilukis di atas kertas, baru dicetak menjadi perangko.

"Perangko adalah bagian dari seni kontemporer. Dibuat sesuai masa, era, perioden zamannya, guna suatu motif atau berbagai tujuan dan berkonsep demi masa depan," katanya.

Lebih mengenalkan lagi perangko, Galeri Apik yang berada di Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan memamerkan koleksi vintage stamps (perangko kuno).

Berita Rekomendasi

Tidak hanya dari Indonesia, perangko berasal dari 51 negara. Perangko yang dipamerkan mencapai usia 50 tahun dan paling muda buatan tahun 1970.

Pameran perangko disandingkan koleksi lukis kontemporer, antara lain karya Di Lifeng, Song Yonghong, S Priadi, Dadan Setiawan, Andi Mieswandi, dan Aan Arif Rahmanto.

Rahmat mengaku sengaja mengangkat tema di atas untuk mengangkat realitas di masyarakat seni tanah air. Ini karena kolektor dan seniman yang terjebak dengan istilah kontemporer.

"Banyak karya seni kontemporer dewasa ini yang sekedar mengangkat realitas kekinian, tanpa memiliki konsep yang sejalan dengan eksekusi pada medianya," katanya.

Seniman kontemporer itu harus memiliki jiwa pemikir serta berkonsep masa depan. Harus berpikir futuristik namun tetap realistis membumi.

"Sejogjanya karya seniman itu tidak boleh terbelenggu oleh zaman. Justru, sambungnya, harus melampaui zaman saat dia berkarya," katanya.

Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas