Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Yos Tuntut Keadilan di Seberang Istana Merdeka

Aksi unjukrasa buruh di depan Istana Merdeka hari ini menimbulkan kekecewaan.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
zoom-in Kisah Yos Tuntut Keadilan di Seberang Istana Merdeka
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Polisi menangkapi buruh saat terlibat bentrok di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (30/10/2015). Buruh melakukan demonstrasi untuk menuntut pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi unjukrasa buruh di depan Istana Merdeka hari ini menimbulkan kekecewaan. Sebab, tuntutan buruh kepada pemerintah agar mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan tidak terealisasi.

Yos (37), buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, merasa sedih melihat aksi unjukrasa pada hari ini berujung kegagalan. Buruh pulang tanpa membawa hasil. Beberapa di antara peserta aksi malah menjadi korban tindakan semena-mena polisi.

Dia pulang memakai baju basah setelah disemprot air dari watercanon oleh aparat kepolisian. Tak hanya itu, matanya pun terlihat mengeluarkan air mata karena terkena pistol gas air mata dari aparat.

"Aparat kepolisian membubarkan kami secara paksa. Ada teman yang kena pukul. Kami disemprot gas air mata. Ini sungguh tindakan tidak terpuji yang dilakukan kepada sesama manusia," tutur Yos kepada wartawan, Jumat (30/10/2015).

Sejak Jumat pagi, Yos telah berada di seberang Istana Merdeka. Dia merelakan diri berteriak-teriak di tengah terik panas matahari agar tuntutan buruh didengar oleh pemerintah. Dia rela turun ke jalan untuk menuntut keadilan, meskipun itu dilakukan tanpa menerima bayaran.

Bukan tanpa alasan, ayah lima orang anak itu melakukan aksi unjuk rasa. Dia merasa hidup serba kekurangan. Presiden Joko Widodo yang diharapkan mampu membawa perubahan justru malah sebaliknya.

Mantan orang nomor satu di DKI Jakarta itu dinilai sering kali membuat kebijakan yang tidak pro rakyat. Salah satunya dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015.

Berita Rekomendasi

"Masa upah buruh mengalami kenaikan setiap lima tahun sekali. Ini tidak sebanding dengan harga sembako yang setiap saat naik," keluh suami dari Dwi (29) itu.

Dia menilai aturan ini 'mencekik' rakyat kecil. Apalagi ditambah kenyataan saat ini, dimana dia harus membiayai hidup dan sekolah lima orang anak. Ini tidak sebanding dengan penghasilan Rp 2 juta 700 ribu yang diterima setiap bulan.

Meskipun tujuan aksi unras pada. Jumat ini belum berhasil, namun, dia tidak kapok untuk kembali turun ke jalan. Dia mengaku telah merencanakan aksi yang melibatkan buruh lebih banyak lagi. Ini semata-mata supaya mendapatkan hidup yang lebih layak.

"Kami akan kembali berjuang. Kami menuntut keadilan kepada pemerintahan Joko Widodo," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas