Kisah Suratmi, Kerja Keras Jual Jamu Keliling demi Sekolahkan Anaknya Lulus S1
"Sudah 35 tahun saya jual jamu, Mas," kenang Suratmi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Suratmi (55) mengayuh sepeda merah jambunya dengan kecepatan pelan di tepian jalan raya.
Di bagian belakang sepeda terdapat tempat menaruh botol-botol khas penjual jamu.
Dengan senyum mengembang, Suratmi ramah menjamu pelanggan.
"Jamu apa, Mas?" kata Suratmi ramah.
Seakan tak mau kehilangan pelanggan, Suratmi menjelaskan satu per satu jamu andalannya.
Mulai dari kunyit asam, beras kencur hingga jamu untuk penyegar badan.
Tangannya tampak cekatan. Suratmi mulai mengambil botol kunyit asam dan mengocoknya sebentar. Kemudian ia tuangkan dan menyuguhkan satu gelas jamu dengan senyum.
"Sudah 35 tahun saya jual jamu, Mas," kenang Suratmi.
Perempuan kelahiran Solo, Jawa Tengah ini merantau bersama suaminya dari tempat asalnya ke Tangerang sejak umur 17 tahun.
Ia datang ke Tangerang untuk mengadu nasib sekitar tahun 1980.
Menjual jamu adalah satu-satunya keahlian yang ia miliki.
Meskipun orangtua tak pernah menjual jamu, ia tak patah arang dengan belajar ke saudara dan teman-temannya.
Berbekal ilmu itulah, Suratmi menjual jamu keliling di dekat rumahnya daerah Koang, Kota Tangerang. Sedangkan sang suami menjual bakso keliling.
Biayai kuliah
Meski hanya menjual jamu, Suratmi tak pernah mengeluh. Bahkan ia bangga. Dari hasil jerih payahnya, anak pertamanya, Suranto (34), bisa kuliah Strata 1 (S1).
"Anak pertama saya kuliah S1 sampai kelar dari hasil jual jamu ini," cerita Suratmi bangga.
Suratmi menceritakan lepas di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jawa Tengah, Suranto mendaftar di salah universitas di Solo.
Suratmi berusaha tak mengecewakan anaknya, dan membiarkan sang anak untuk kuliah.
"Dia daftar di jurusan akuntansi," kata Suratmi.
Kini, Suranto bekerja di salah satu perusahaan swasta di daerah Tangerang. Sedangkan anak kedua Suratmi, Susilo (24), bekerja di salah satu pabrik karton di Jakarta.
"Anak kedua itu maunya kerja setelah lulus. Enggak apa-apa, saya persilakan," kata Suratmi.
Sebagai seorang ibu, pada hari ibu ini, dia hanya berharap yang terbaik bagi anaknya.
"Saya mau anak saya tidak seperti saya dan bapaknya, menjual jamu dan bakso. Semoga dengan pendidikan tinggi, bisa mendapat kehidupan lebih baik," kata Suratmi.
Penulis : Kahfi Dirga Cahya