Ngotot 'Palak' Pengembang, Ahok: Bangun Tanggul Puluhan Triliun Dari Mana?
"Kalau tidak ada (kontribusi tambahan) bangun tanggul puluhan triliun dari mana?"
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Adi Suhendi
Dengan cara seperti itu, pembangunan kota dan kemakmuran warga bisa berjalan seiringan.
"Mau reklamasi pulau, silakan (pengusaha) untung, tapi harus bantu rakyat. Karena tugas kami mengadministrasi keadilan sosial. Kalau tidak seperti itu, buat apa ada reklamasi pulau? Beban kita jadi nambah. Itu alasannya (ada kontribusi tambahan)," imbuh dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ahok membuat perjanjian kerja sama dengan pengembang reklamasi.
Dengan mengacu perjanjian kerja sama antara Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan PT Manggala Krida Yudha (MKY) pada 16 September 1997.
Salah satu pasalnya menyebutkan, kewajiban pengembang untuk memberikan kontribusi.
Di mana kontribusi yang dimaksud adalah sumbangan berupa uang atau fisik infrastruktur di luar area pengembangan dalam rangka menata Kawasan Pantai Utara Jakarta, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Huruf S sesuai Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995.
Karenanya begitu pengembang ingin memperpanjang izin reklamasi, Ahok meminta nilai tambahan kontribusi sebesar 15 persen kali nilai jual obyek pajak dikali lahan yang dijual.
Ahok akan memberikan izin perpanjangan, kalau pengembang sudah memenuhi kewajiban.
Hal tersebut tercantum dalam poin perjanjian antara Ahok dengan pengembang reklamasi dalam rapat tanggal 18 Maret 2014.
Ahok menandatangani perjanjian kerjasama dengan empat pengembang, yaitu PT Muara Wisesa Samudra, PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Kartika Pakci.
Perihal kontribusi tambahan diusulkan pada salah satu pasal dalam rancangan peraturan daerah (raperda) terkait reklamasi.
Tapi ditolak Badan Legislasi Daerah DKI Jakarta.
Balegda mengusulkan, tambahan kontribusi, yaitu kontribusi yang diambil di awal dengan mengonversi dari kontribusi (5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang.
Namun hal itu ditolak Ahok.
Pembahasan Raperda kini buntu, setelah adanya dugaan suap yang diterima oleh anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dari Bos Agung Podomoro Ariesman Widjaja.
Keduanya, kini menjadi tersangka di KPK.