Guru Besar FK UI Sebut Tak Tepat Jasad Mirna Diautopsi Usai Diformalin
Ternyata, masuknya racun ke dalam tubuh tersebut membuktikan telah bekerjanya racun.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Budi Sampurna mengatakan tidak tepat jika jenazah Wayan Mirna Salihin, dilakukan autopsi untuk memastikan kematiannya akibat racun sianida.
"Pada saat ini tidak tepat rekomendasi melakukan autopsi (terhadap jasad WMS)," kata Budi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Menurutnya, penelitian menunjukkan bahwa sianida akan segera menghilang di organ hati dalam satu hari, pada organ ginjal dalam tiga hari, di otak dan paru dalam 14 hari pasca mati. Kemudian, penelitian lain menyebutkan hilangnya sianida dalam darah setelah tiga hari pasca mati.
"Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kemungkinan pada mayat ini telah terjadi degradasi atau penghancuran sianida pasca mati," katanya.
Anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia) ini menjelaskan, sebenarnya pengambilan sampel toksikologi harus dilakukan sesegera mungkin karena adanya perubahan atau penghancuran sianida pasca mati serta sebelum dilakukan embalming.
"Sebab, formalin dalam cairan embalming dapat merusak sianida," katanya.
Lebih lanjut Budi menyebutkan, salah satu tujuan autopsi pada korban yang diduga keracunan adalah membuktikan apa racunnya dan apakah racun tersebut telah masuk dalam sirkulasi atau ke organ dalam tubuh. Ternyata, masuknya racun ke dalam tubuh tersebut membuktikan telah bekerjanya racun.
Pasalnya, pada kasus ini pemeriksaan forensik telah menunjukkan adanya racun sianida dalam minuman kopi, kemudian minuman tersebut telah masuk ke dalam lambung, minuman tersebut telah terserap masuk sirkulasi, dan racun sianida telah bekerja dan menimbulkan gejala.
"Dari pemeriksaan forensik, telah ditemukan bukti bahwa dalam kopi minuman M terdapat ion CN dan ion Na (kadar tinggi), caffein, serta pH nya 13," kata Prof Budi.
Lebih lanjut menurutnya, fakta juga menunjukkan bahwa kopi tersebut diminum terbukti dengan ditemukannya caffein dalam isi lambung, korosi di dinding lambung serta ditemukannya ion Na 960 mg/L dan ion CN 0,2 mg/L dalam isi lambung.
Kemudian, fakta berikutnya bahwa kopi tersebut sudah terserap masuk ke dalam sirkulasi dan dimetabolisme terbukti caffein sudah terdapat dalam empedu dan urin. Secara logika, kandungan CN dalam kopi juga telah terserap ke dalam sirkulasi dan dimetabolisme.
"Petunjuknya adalah bahwa kandungan ion Na yang cukup tinggi, sedangkan ion CN nya sangat rendah, padahal fakta sebelumnya jelas telah meminum kopi yang mengandung sianida," kata Budi.
Dia menambahkan fakta telah bekerjanya racun pada kasus ini terlihat dari munculnya gejala dan tanda, seperti rasa tidak enak pada mulut, tangan mengipas di depan mulut, sakit perut, kolaps dalam hitungan menit, tidak sadar atau koma, nafas cepat, dan meninggal.
"Dengan memperhitungkan degradasi sianida pasca mati sebagaimana di atas, pada saat ini tidak tepat rekomendasi melakukan autopsi," katanya.