Pemerintah Harus Perbanyak Fasilitas PICU
Debora menghembuskan nafas terakhirnya, pada 3 Oktober lalu setelah sempat ditolak Rumah Sakit Mitra Keluarga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perlu digelar evaluasi yang menyeluruh, atas kematian bayi berumur empat bulan bernama Debora menurut Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi.
Dengan demikian bisa diketahui letak permasalahan yang sebenarnya, dan dapat diantisipasi terulangnya kasus serupa.
Dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Seto Mulyadi, mengatakan kebijakan pemerintah terkait kesehatan yanng perlu dievaluasi jika mengacu pada kasus Debora, adalah terkait pediatric intensive care unit (PICU). Ia berhrap semakin banyak rumah sakit yang memiliki fasilitas PICU, dan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni.
"Betapapun tidak mudah, demi kesehatan anak-anak Indonesia, pemerintah didukung dunia usaha, tetap harus mengadakan pengadaan sarana tersebut," katanya.
Debora menghembuskan nafas terakhirnya, pada 3 Oktober lalu setelah sempat ditolak Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kaliders, Jakarta Barat.
Awalnya Debora dibawa ke Rumah Sakit Mitra Keluarga, karena kesehatannya menurun. Kondisi kesehatan Debora yang menurun, membutuhkan fasilitas PICU dari rumah sakit tersebut.
Oleh pihak rumah sakit, orangtua Debora diminta membayar Rp 11 juta. Ibunda korban, Henny Silalahi, hanya menyanggupi setengahnya, dan berjanji akan melunasi pada siang hari. Setelah berjam-jam terkatung-katung karena urusan administrasi, Debora akhirnya ditolak.
Baca: Djarot: Rumah Sakit Terkadang Mendahulukan Faktor Keuntungan, Bukan Kemanusiaan
Orangtua korban kemudian membawa Debora ke Rumah Sakit Kota, Jakarta Utara. Di rumah sakit tersebut kondisi kesehatan sang bayi sudah jauh menurun, hingga akhinya Debora yang beru berumur empat bulan itu meninggal dunia.
Seto Mulyadi menganggap perlu divaluasi, penangan Debora sebelum dibawa ke Rumah Sakit Mitra Keluarga oleh orangtuanya.
Hal itu menurutnya penting, untuk mengetahui seberapa mudah akses kesehatan bagi seorang warga DKI Jakarta. Hasil evaluasi itu juga harus dijadikan rujukan oleh pemerintah.
"Ini menjadi bahan evaluasi tentang seberapa jauh sentra-sentra kesehatan terdekat, semisal puskesmas, berada dalam jarak jangkauan masyarakat dan seberapa positif sikap masyarakat atas sentra-sentra terdepan dalam pemeriksaan kesehatan publik tersebut," katanya.
Terhadap rumah sakit, menurut Seto Mulyadi, jika ada kekurangan, sudah sebaiknya kekurangan tersebut diperbaiki.
Menutup rumah sakit karena kekurangan-kekurangannya, bukan lah solusi yang baik.
Pasalnya biar bagaimanapun juga, menutup rumah sakit, berdampak pada semakin banyak warga yang tidak bisa mengakses pelayanan kesehatan.
"Ketika satu sarana layanan kesehatan hilang, berapa banyak pasien yang tidak terlayani, ketika rumah sakit dibekukan, berapa panjang antrean yang akan mengular di rumah sakit lain," ujarnya.