Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahmad Syafii Mufid: Mari kita Berdebat dengan Argumentatif yang Berpangkal dari Permasalahan bangsa

Ahmad Syafii Mufid, MA mengajak kepada semua agar supaya betul-betul menjaga suasana politik.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Ahmad Syafii Mufid: Mari kita Berdebat dengan Argumentatif yang Berpangkal dari Permasalahan bangsa
ist
Ahmad Syafii Mufid 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta, Prof. Dr. Ahmad Syafii Mufid, MA mengajak kepada semua agar supaya betul-betul menjaga suasana politik.

"Segala sesuatu yang kurang baik dari kacamata etika Pancasila itu supaya dihindari. Mari kita berdebat dengan damai, santun, argumentatif yang berpangkal dari permasalahan bangsa dan kemudian bagaimana cara memecahkan masalah-masalah bangsa ini dengan sebaik-baiknya tanpa harus menjatuhkan, menjelekkan lawan bicara kita atau lawan debat kita karena mereka semua itu adalah kita,” ungkap Ahmad Syafii Mufid, MA, Kamis (24/1/2019).

Syafii Mufid mengatakan, masyarakat para pendukung para calon kontestan harus bisa menahan diri untuk tidak mudah terpengaruh dengan debat yang mengandung unsur ujaran kebencian di dunia maya. Dirimya mengamati pasca debat perdana Capres dan Cawapres pekan lalu yang mana menurutnya Debat tersebut tidak merngubah opini masing-masing pendukung kontestan, yang mana pendukung A memenangkan yang didukung,  begitu juga pendukung B memenangkan yang didukung.

“Ketika kondisi media sosial sudah semacam itu, orang yang tidak menjadi pendukung paslon menjadi bingung. Mereka kemudian menafsirkan sendiri-sendiri, kemudian mereka menyebarkan tafsirannya sendiri-sendiri dan itu menjadi konsumsi media sosial yang luas,” jelas pria yag juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta ini.  

Dirinya mengamati di media sosial yang masih saja isinya masing-masing pendukung mendekonstruksi pihak-pihak yang tidak di dukung dan mengkonstruksi sebaik-baiknya pihak yang di dukungnya.

“Yang saya sayangkan ada kelompok-kelompok yang saya tenggarai terorganisir, yang isinya tidak ada sedikitpun yang positif bagi siapa yang dianggap sebagai lawan. Jadi semuanya sangat jelek dan tidak ada baiknya sama sekali. Saya pikir yang model seperti ini adalah model orang sakit,” katanya.

Menurutnya, orang atau tokoh sehebat apapun tentunya ada kekurangannya. Begitu juga rivalnya yang juga manusia biasa, sejelek-jeleknya pun masih juga ada kebaikannya. Oleh karena itu sebagai rakyat dan warga negara sudah semestinya memilih itu berdasarkan atas keunggulan-keunggulan sebagai pemimpin bangsa, bukan mencari kejelekan-kejelekannya.

BERITA REKOMENDASI

“Selama ini saya melihat di media sosial itu kejelekkan-kejelekannya yang ditampilkan. Kalau dua-duanya seperti itu maka dengan begitu yang kita peroleh semuanya adalah kejelekan.  Ini yang saya warning betul,” kata Ahmad Syafii Mufid.

Untuk itu dirinya meminta kepada seluruh calon dan juga pendukungnya untuk menjaga etika debat dan  kesantuna dengan  menghormati orang. Karena siapapun orangnya ketika sudah menjadi calon pemimpin harus dihormati sebagai orang terhormat. Karena yang kita debat adalah pikirannya untuk membangun bangsa in meski pikiran-pikiran itu dapat dilaksanakan atau tidak.

“Kalau perdebatannya diseputar itu, saya yakin nanti tidak ada gejolak-gejolak  Misalnya ketika kalah dalam pilpres ini, kemudian dia marah itu tidak ada,” ujarnya.

Menurutnya selama ini yang menjadi konflik dan emosional dalam perdebatan dikarenakan perdebatannya karena personal, padahal perdebatan itu harus keluar dari konteks personality. Perdebatan seharusnya masuk kepada substansi sebagai pemimpin negara.

“Pemimpin negara itu tugasnya apa ? Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa ‘melindungi seluruh warga negara, mencerdaskan seluruh warga negara, memakmurkan seluruh warga negara dan ikut bersama membangun perdamaian dunia’.  Yang kita pilih adalah pemimpin untuk itu, bukan pemimpin yang untuk jadi wali nikah atau pemimpin yang jadi ketua-ketua paguyuban, bukan pemimpin seperti itu,” urainya.


Dirinya menilai, yang medasari para pendukung calon ini suka melontarkan ujaran kebencian saat melakukan debat dikarena  opini yang dibangun bisa di stimulus.

“Jika ada pihak yang membuat opini dan menstimuluskan opini tersebut agar menjadi opini publik, maka kebencian kebencian itu akan menjadi milik publik. Saya tidak tahu apakah ada pihak-pihak yang mengaduk-aduk emosi bangsa ini supaya bertengkar terkait dengan Pilpres itu,” ujarnya menanyakan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas