Kisah di Balik Meninggalnya Aurel, Parkibara Tangsel, Penjelasan PPI dan Cerita Ibu Berbeda
Ada kisah berbeda yang diungkapkan ibu dari anggota Paskibra Tangsel Aurellia Qurratu Aini yang meninggal saat diklat.
Editor: Anita K Wardhani
"Jam 1 bangun karena wekernya, 31 juli itu dirobek bukunya. Dia bangun jam 1 saya bilang nak masih jam 1, dia tidur lagi. Weker berikutnya itu jam setengah 4 atau jam 3 saya nggak ingat," jelasnya.
Setelah itu Aurel keluar kamar tanpa membangunkan kedua orang tuanya.
Sri menjelaskan konteksnya, pada hari terakhir latihan sebelum meninggal dunia, buku harian Aurel disobek pelatihnya.
Ia harus menulis ulang diary yang merupakan tugas untuk selalu ditulis setiap hari.
Aurel memiliki PR menulis diary untuk 22 hari pelatihannya. Sedangkan per harinya Aurel harus menulis minimal dua lembar kertas.
"Dia keluar kamar mengisi buku harian untuk tanggal 31 Juli. Karena untuk buku harian dari tanggal sebelumnya yang dia harus salin ulang, dia sudah enggak terkejar waktunya. 22 hari dengan minimal dua halaman. Jadi sekian puluh halaman harus dia salin dalam waktu sangat singkat. Sudah tak terkejar," paparnya.
Tidak lama, Aurel jatuh di dapur. Sri menyebut suaranya kencang hingga membangunkan ia dan suaminya.
"Tidak lebih dari lima menit kami berusaha membangunkan dia, langsung kami bawa dia ke rumah sakit. Saat di dapur dia jatuh dia sudah tidak bereaksi," jelasnya.
Sampai rumah sakit, dokter menyebut fungsi otak Aurel berhenti.
"Dokter di UGD bilang fungsi otaknya sudah terhenti. Ikhlaskan. Kami masih bilang ke dokter, maksimalkan," ujarnya.
Alat pacu jantung tak berhasil membuat Aurel hidup. Sri hancur, sulung yang sangat dicintainya itu sudah tidak ada.
"Dibantu dengan alat pacu jantung, Aurel tidak bereaksi sama sekali. Aurel sudah tidak ada. 1 Agustus 2019," ujarnya dengan suara yang semakin pelan.
Aurel bukan sosok yang lemah
Sri Wajyuniarti yang juga merupakan seorang Purna Paskibraka ini mengetahui betul diklat seharusnya dijalankan seperti apa.