5 Fakta Sistem E-Budgeting: Dipakai Era Ahok, Dipuji KPK, Kini Hendak Diubah Anies
Inilah lima fakta soal sistem E-Budgeting. Dibuat pada era Gubernur Ahok, mendapat pujian dari KPK, kini akan diubah oleh Anies Baswedan.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Miftah
Kemudian, pembukuan di Pemprov DKI Jakarta juga dilakukan setiap hari seperti yang terjadi di bank-bank.
Dengan semua upaya ini, dia yakin anggaran di DKI Jakarta tidak akan lari ke kantong-kantong yang salah.
4. Dipuji KPK
Sistem e-budgeting peninggalan Ahok juga mendapat pujian dari KPK.
Diketahui, tim koordinasi supervisi dari KPK sudah mendampingi kinerja pejabat DKI selama tiga bulan terakhir.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, laporan tim KPK itu begitu baik, khususnya terkait sistem penganggaran yang ada di Pemprov DKI Jakarta.
"Apa yang direncanakan disambungkan dengan anggarannya, e-budgeting dan e-planing harus terintegrasi sehingga masyarakat bisa melihat ada gak yang menyimpang dan berubah," ujar Basaria di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (4/10/2017).
Basaria lalu merayu Djarot agar mau membagikan sistem elektronik tersebut kepada daerah-daerah lain.
Dengan demikian, sistem itu bisa diterapkan di daerah lain juga.
Basaria ingin Pemprov DKI Jakarta menjadi role model dalam sistem penganggaran di Indonesia.
Kata dia, tim KPK siap membantu untuk menyempurnakan sistem itu.
"Nanti dengan beberapa perbaikan, best practice yang ada di sini akan kami ambil dan dibuat jadi contoh."
"Saya yakin Pak Gubernur akan memberikan gratis ya Pak. Akan kami ambil dan diberikan ke daerah lain," kata Basaria, dikutip dari Kompas.com.
5. Akan Diubah Anies Baswedan
Setelah tampuk kepemimpinan DKI Jakarta bergeser kepada Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, banyak pihak yang bertanya, apakah sistem e-budgeting tetap digunakan?
Nyatanya, sistem penganggaran yang digunakan selama ini di pemerintahan Ahok-Djarot tetap digunakan hingga kini atau dalam menyusun rancangan APBD 2020.
Namun, SKPD diketahui tidak serius menyusun rancangan anggaran tersebut sehingga menuai banyak kritikan.
Menanggapi hal tersebut, Anies menyalahkan sistem yang ada.
Menurut Anies, kesalahan input anggaran disebabkan adanya kesalahan sistem digital.
Anies mengatakan, meskipun saat ini Pemprov DKI menggunakan sistem digital, pengecekannya tetap manual, sehingga banyak anggaran janggal yang lolos.
Menurut Anies, sistem itu seharusnya bisa dilakukan dengan smart system, yakni sistem yang memiliki berbagai algoritma tertentu untuk mendeteksi anggaran yang janggal.
Kepada wartawan, Anies mengaku, kelemahan sistem e-budgeting tersebut telah ia ketahui sejak tahun lalu.
"Kami mengetahui (kelemahan sistem e-budgeting) ini sejak tahun lalu. Tapi ya itu tadi, ya kami ini di pemerintahan."
"Kalau ada masalah, ya dikoreksi, diperbaiki, bukan diramaikan," kata Anies di Bundaran HI, Kamis (3/11/2019).
Oleh karenanya, Anies ingin mengubah dengan memperbarui sistem e-budgeting untuk membangun transparansi dan mengendalikan perilaku setiap pihak yang terlibat dalam menyusun anggaran.
"Karena itu lah, yang kita lakukan adalah melakukan upgrading agar kita bisa memastikan tidak ada penyimpangan lagi," tutur Anies.
Anies pun berjanji akan memperbaiki sistem elektronik itu dan berjanji akan rampung pada 2020.
Anies mengatakan, hal itu dilakukannya untuk mempermudah gubernur selanjutnya dalam mengakses sistem elektronik itu.
"Saya tidak akan meninggalkan ini ke gubernur sesudahnya, PR ini. Karena ini (sistem elektronik APBD Pemrov DKI Jakarta) saya menerima warisan nih, sistem ini."
Saya tidak ingin meninggalkan sistem ini untuk gubernur berikutnya," ucapnya, dikutip dari Kompas.com.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Kurnia Sari Aziza, Jessi Carina, Cynthia Lova)