Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kerasnya Hidup Pemulung Bantar Gebang Menghadapi Virus Corona

Pandemi virus corona membuat banyak orang mejerit dilanda kesulitan ekonomi.Termasuk, Slamet seorang pemulung di Bantar Gebang Bekasi

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Kerasnya Hidup Pemulung Bantar Gebang Menghadapi Virus Corona
TRIBUNNEWS.COM/THERESIA FELISIANI
Slamet, pemulung di Bantar Gebang Bekasi, Jawa Barat yang terdampak virus corona. Penghasilannya dari penjualan ‎sampah menjadi berkurang 50 persen. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - ‎Pandemi virus corona membuat banyak orang mejerit dilanda kesulitan ekonomi.

Terlebih bagi orang-orang yang mengais rupiah di jalan. Mereka dilema, berdiam diri di rumah tak bisa makan. Bekerja takut terjangkit virus corona.

Kondisi inilah yang dialami oleh ribuan pemulung di Bantar Gebang, Kota Bekasi. Di tengah wabah, mereka setia menggantungkan hidup dari sampah.

Slamet seorang pemulung di Bantar Gebang Bekasi berbagi cerita bagaimana dia terus memulung di atas gunungan sampah demi menyambung hidup.

"‎Kami kerja seperti biasa, ya tetap mulung. Biasanya saya mulung dari pagi jam 7 sampai jam 6 sore. Tapi karena ini lagi puasa dan corona, saya berangkat lebih siang jam 11 sampai jam 4 sore," ucap Slamet saat ditemui di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat akhir pekan kemarin.

Selama corona Slamet mengungkap harga sampah terus menurun. Ini berimbas pada pendapatannya yang berkurang diatas 50 persen.

Baca: Ramadan di Masjid Cut Meutia Saat Wabah Covid-19, Kajian Online Hingga Ramadan Jazz Festival Ditunda

Baca: Tangis Bahagia Pemulung dan Buruh Terima Bantuan Sosial

Baca: Jenguk Mak Nyak yang Terbaring dan Buta, Raffi Ahmad Beri THR untuk Aminah Cendrakasih

 

Berita Rekomendasi

Jika sebelum corona Slamet bisa mengantongi uang minimal Rp 80 ribu. Kini dia hanya mampu menghasilkan uang Rp 40-30 ribu per hari.

Kondisi kian parah karena sejumlah pabrik daur ulang banyak yang tutup. Alhasil sampah pungutan mereka dibeli dengan harga semaunya.

Selama puluhan tahun ‎menjadi pumulung, Slamet merasa baru kali ini hidupnya sangat sulit. Layaknya pribahasa sudah jatuh, masih tertimpa tangga.

"Sekarang harga sampah plastik Rp 300 per kilogram. ‎20 tahun saya mulung disini, paling sulit ya sekarang ini karena corona," imbuhnya.

"Apalagi semenjak orang kerja dari rumah. Sampah jadi sedikit. Sampah-sampah hotel, mall, kantor jadi gak ada. Biasanya banyak dapat plastik, kertas, mainan, barang pecah belah. Kondisi begini yang paling banyak plastik‎," tambah Slamet lagi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas