Keroyok Jusni Hingga Tewas, 11 Oknum Anggota TNI Dituntut 1-2 Tahun Penjara
11 prajurit TNI dari Batalyon Perbekalan Angkutan 4/Air TNI AD mengeroyok dan menganiaya hingga tewas seorang pria bernama Jusni
Penulis: Gita Irawan
Editor: Sanusi
Pengacara dari Kantor Hukum FAS & Partners Law Office Maulana selaku kuasa hukum korban almarhum Jusni mengatakan orang tua korban kecewa karena merasa tidak memperoleh keadilan atas tuntutan tersebut.
Selain itu, Jusni merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan merupakan tulang punggung keluarga.
"Keluarga Jusni merasa kecewa karena keadilan tidak berpihak pada anaknya sebagai korban penganiayaan oleh oknum TNI Yonbekang 4/Air," kata Maulana saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (18/11).
Berdasarkan fakta yang ada, Maulana menilai semestinya para terdakwa dituntut dengan ancaman pidana maksimal dan diberhentikan secara tidak hormat mengingat para terdakwa ialah aparat TNI yang seharusnya menjaga dan melindungi warga negara sesuai sumpah prajurit dan Sapta Marga.
Selain itu Maulana menilai ada kejanggalan dalam proses penegakan hukum tersebut. Ia mengungkapkan, berdasarkan pertimbangan yang meringankan dalam tuntutan para terdakwa mendapat rekomendasi keringanan hukuman dari Kapusbekangad Mayjen TNI Isdarmawan Ganemoeljo berdasarkan surat Kapusbekangad R/622.06/12/293/subditpamoster tanggal 30 Juni 2020.
Menurutnya dalam menegakkan keadilan tidak perlu disangkutpautkan dengan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kapusbekangad. Ia menilai rekomendasi tersebut merupakan intervensi untuk mengaburkan keadilan dan penegakan hukum.
"Para terdakwa mendapatkan rekomendasi keringanan hukuman dari Kapusbekangad sehingga Oditur Militer mengabulkannya, upaya ini menunjukan ada upaya intervensi terhadap proses peradilan dan menimbulkan konflik kepentingan," kata Maulana.
Selain itu Maulana menilai hal tersebut membuktikan bahwa ada upaya perlindungan kepada para terdakwa yang melakukan penyiksaan terhadap Jusni sebagai korban penyiksaan.
"Jika ini dibiarkan maka kedepannya kesewenang-wenangan aparat akan melakukan penyiksaan terus menerus kepada rakyat sipil jika hakim memutuskan tanpa ada pertimbangan hukum yang adil," kata Maulana.
Maulana mengatakan oditur militer mendakwakan terdakwa dengan pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan Jo ayat 3 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 KUHP. Seharusnya, kata Maulana, pasal yang didakwakan adalah pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian Jo pasal 170 ayat 2 ke 3.
Ia menilai perbuatan para oknum TNI tersebut juga bertentangan dengan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28 g ayat 2 UUD 1945.
"Kemudian bertentangan dengan Konvensi anti penyiksaan yang telah diratifikasi kedalam undang-undang no 5 tahun 1998. Dan Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Maulana.
Untuk itu, Maulana mengatakan pihaknya bersama Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) berencana akan mengadukan perkara tersebut ke sejumlah lembaga negara di antaranya Komnas HAM.
"Kami dari kuasa hukum keluarga korban akan mengadukan di Komisi Yudisial, Komnasham, Ombudsman RI dan LPSK," kata Maulana.
Terpisah, Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD (Danpuspomad) Letjen Dodik Widjanarko mengatakan proses hukum terhadap 11 anggota TNI dari kesatuan Yon Bekang 4/Air itu dipastikan akan dilakukan secara transparan.
"Proses hukum terhadap tersangka oknum prajurit TNI AD, pastilah akan diproses dengan baik, benar, dan transparan sesuai aturan hukumnya," ujar Dodik.
Dodik pun menegaskan, pihaknya akan menindak tegas prajurit TNI AD yang terbukti melakukan kesalahan. Proses hukum dilakukan secara transparan sehingga semua pihak bisa mengikuti. "Tugas kami melaksanakan memproses hukum dengan baik dan benar," ucap Dodik.(tribun network/git/dod)