Pemprov DKI Jakarta Diminta Percepat Pencairan Dana Bantuan Sosial Tunai
Anggota DPRD DKI Jakarta Lukmanul Hakim menerima sejumlah keluhan dari warga terkait penyaluran Bantuan Sosial Tunai
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta Lukmanul Hakim menerima sejumlah keluhan dari warga terkait penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) di Jakarta.
“Waktu reses banyak warga mengeluh tentang dana BST yang sampai sekarang belum cair," ujar Lukmanul Hakim, dalam keterangan tertulis, Jumat (12/3/2021).
Dia mendorong Dinas Sosial DKI Jakarta agar mempercepat penyaluran dana BST kepada masyarakat yang mengalami dampak Covid-19.
Baca juga: Hari Raya Nyepi, Penerbangan dari dan Menuju Bali Pada 14 Maret Dihentikan Sementara
"Saya mohon dipercepat lah, diperjelas jadwalnya. Kasihan ini rakyat banyak yang ekonominya susah karena pandemi," harap Lukman.
"Katanya kan BST ini cair setiap bulan, mulai Januari, Februari, Maret, hingga April 2021. Tapi ini sudah pekan kedua Maret kok yang tahap dua belum cair juga," tambah Lukman.
Anggota Komisi A DRPD DKI ini juga meminta Dinas Sosial memperbaiki sistem distribusi BST, agar bantuan sebesar Rp 300 ribu yang diberikan per kepala keluarga per bulan selama 4 bulan itu tepat sasaran, baik penerima maupun penggunaannya.
"Pendataannya harus akurat, tepat sasaran untuk mereka yang benar-benar membutuhkan," imbuh Lukman.
Dia mengaku mendapat informasi banyak penerima BST yang tidak menggunakan bantuan untuk membeli kebutuhan pokok sebagaimana mestinya.
"Malah saya dengar ada yang memakai dana BST untuk bayar cicilan. Nah ini jadi pertanyaan juga, mungkin ada yang salah dengan pendataan penerima dan pengawasannya," tandasnya.
Sebelumnya Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria mengakui Pemprov DKI Jakarta sedang melakukan pemuktahiran data penerima BST.
Proses pemutakhiran data membuat pencairan BST tahap dua tertunda dari jadwal yang seharusnya pada Februari 2021.
"Penundaan dilakukan karena ada perubahan data seperti penerima manfaat meninggal dunia, pindah dari Kota Jakarta, perubahan status perkawinan dan lain-lain," kata Ariza.
Tidak hanya itu, jumlah penerima manfaat juga ikut berkurang sebanyak 186.882 KK.