Sebut Sukses Pimpin Jakarta, 'Anies' Bakal Deklarasi Dukung Gubernur DKI Maju Pilpres 2024
Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (Anies) deklarasi dukung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk maju di Pilpres 2024.
Editor: Wahyu Aji
Hal ini disorot LBH lantaran tidak adanya aturan mengenai bantuan hukum pada level Peraturan Daerah (Perda) di DKI Jakarta.
"Kekosongan aturan inilah melahirkan berbagai dampak seperti lepasnya kewajiban pendanaan oleh Pemprov DKI Jakarta bagi bantuan hukum melalui APBD," ucapnya.
"Serta penyempitan akses bantuan hukum bagi masyarakat miskin, tertindas dan buta hukum," tambahnya menjelaskan.
Baca juga: Survei Litbang Harian Kompas: Elektabilitas Prabowo dan Ganjar Imbang, Anies Posisi Ketiga
6. Sulitnya Memiliki Tempat Tinggal di Jakarta
Program rumah DP 0 rupiah yang digadang-gadang sejak masa kampanye Pilgub DKI 2017 lalu menjadi sorotan LBH.
Anies sempat menargetkan bakal membangun 232.214 unit rumah DP 0 rupiah bagi warganya.
Target itu mendadak direvisi Gubernur Anies menjadi hanya 10 ribu unit.
Ketentuan soal pembelian rumah DP 0 rupiah ini diubah dari awalnya dikhususkan bagi warga berpenghasilan Rp 4 juta sampai Rp 7 juta, menjadi Rp 14 juta.
"Perubahan kebijakan yang cukup signifikan itu telah menunjukkan ketidakseriusan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk memenuhi janji politiknya semasa kampanye," ujarnya.
7. Belum Ada Intervensi Signifikan Soal Masalah Warga Pesisir dan Pulau Kecil
LBH Jakarta menilai, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan kompleksitas kerentanan yang jauh berbeda dibandingkan masyarakat di wilayah lain.
Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil harus berhadapan dengan ancaman terhadap kelestarian ekosistem dan konflik agraria.
Baca juga: 4 Tahun Anies Urus Ibu Kota, Jakarta Resmi Jadi Tuan Rumah Formula E pada 4 Juni 2022
Alih-alih menetapkan kebijakan yang menempatkan warga pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai aktor utama, draf Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) DKI Jakarta yang disusun Pemprov dinilai justru berpotensi mengakselerasi kerusakan ekosistem dan perampasan ruang hidup dan penghidupan masyarakat.
8. Penanganan Pandemi Masih Setengah Hati
Capaian 3T (testing, tracing, dan treatment) yang dilakukan Pemprov DKI di masa krisis dinilai LBH Jakarta sangat rendah.
Padahal, DKI Jakarta merupakan episentrum nasional penyebaran Covid-19.
"Pelaksanaan vaksinasi untuk kelompok prioritas juga lambat, dan justru ditemukan banyak penyelewengan booster vaksin untuk pihak tidak berhak," tuturnya.
Pemprov DKI dianggap gegabah melakukan pelonggaran dengan membuka mal pada Agustus 2021 dan mengizinkan anak di bawah 12 tahun melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Padahal kala itu positivity rate Covid-19 masih berada di atas lima persen.
"Hal ini diperburuk dengan buruknya kinerja pengawasan Pemprov DKI di sektor pengawasan fasilitas kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan."
"Terbukti dengan banyaknya pengaduan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti."
"Di situasi kedaruratan kesehatan ini, Pemprov DKI belum memprioritaskan aspek kesehatan masyarakat ketimbang pertumbuhan ekonomi," kata Charlie.
9. Penggusuran Paksa Masih Hantui Warga Jakarta
LBH Jakarta menilai, penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta.
Sebab, Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 207 Tahun 2016 yang dibuat Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok masih dipertahankan Anies.
Baca juga: Sidang Korupsi Tanah Munjul, Anies Baswedan Disebut Setuju Modali Dirut Sarana Jaya
Adapun aturan itu berisi tentang penertiban pemakaian atau penguasaan tanah izin. Aturan itu sebelumnya kerap dijadikan landasan hukum bagi Ahok dalam melakukan penggusuran.
"Ironisnya, perbuatan tersebut dijustifikasi dengan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki perspektif HAM," ucapnya.
Charlie menyebut, Pergub itu kini masih digunakan Anies untuk melakukan penggusuran paksa terhadap warga di Menteng Dalam, Pancoran Buntu II, Kebun Sayur, Kapuk Poglar, Rawa Pule, Guji Baru, dan Gang Lengkong Cilincing.
10. Reklamasi
Gubernur Anies Baswedan dinilai tidak konsisten dengan janji kampanye lantaran masih ada indikasi reklamasi tetap dilanjutkan.
Indikasi ini muncul setelah Anies menerbitkan Pergub Nomor 58/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Pergub ini menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut dengan pengaturan mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi serta penyebutan pengembang reklamasi sebagai 'perusahaan mitra'," tuturnya.
Problem lain muncul ketika pencabutan izin 13 pulau reklamasi dilakukan secara tidak cermat dan segera.
Pemprov DKI Jakarta tidak memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan untuk mencabut izin pelaksanaan reklamasi bagi perusahaan-perusahaan.
Selain itu pencabutan tanpa didahului transparansi dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Baca juga: Siaga Potensi Banjir di DKI, Gubernur Anies Cek Kesiapan Petugas dan Peralatan
Ketiadaan kajian tersebut terlihat kompromistis karena Anies tetap melanjutkan 3 pulau lainnya.
Alhasil, gelombang gugatan balik dari pengembang pun terjadi. Pemprov DKI Jakarta menang di tingkat Mahkamah Agung untuk gugatan Pulau H, namun kalah di gugatan lain seperti Pulau F dan Pulau G.
"Ketidakcermatan Pemprov dalam pencabutan izin tentunya mengancam masa depan penghentian reklamasi dan menjadikan pencabutan izin reklamasi sebagai gimmick belaka," kata dia.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Muncul Dukungan untuk Anies Capres 2024 dari Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera