Posko Pengungsian PMI Jakut untuk Korban Kebakaran Plumpang Berakhir Besok
(PMI) Jakarta Utara akan mengakhiri penyediaan posko pengungsian bagi para korban terdampak kebakaran Depo Pertamina Plumpang besok
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta Utara (Jakut) menyampaikan, akan mengakhiri penyediaan posko pengungsian bagi para korban terdampak kebakaran Depo Pertamina Plumpang besok, Kamis (9/3/2023).
Wakil Sekretaris PMI Jakut Syarifhidayatullah membenarkan hal itu.
Lanjut Syarif, pihak PMI Jakut tengah berkoordinasi lintas sektoral dengan pihak Pemerintah Kota (Pemkot). Di antaranya Wali Kota, Kecamatan, Kelurahan, dan RT-RW setempat.
"Bahwasanya posko di PMI Jakarta Utara ini kita buka sampai besok terakhir, hari Kamis," kata Syarifhidayatullah, saat ditemui di posko pengungsian PMI Jakut, Rabu (8/3/2023).
Ia kemudian mengatakan, lokasi pemindahan pengungsi yang ada di PMI Jakut akan diinformasikan esok hari.
"Karena kita masih dalam tahap koordinasi dengan para stakeholder yang ada," ungkapnya.
Selanjutnya, Syarif menjelaskan alasan penutupan posko pengungsian bagi para korban kebakaran itu.
Ia mengatakan, masa tanggap darurat bencana PMI adalah tiga hari.
Sementara, hingga hari Kamis, posko pengungsian PMI Jakut terhitung telah tersedia selama tujuh hari, jika dihitung dari hari pertama insiden kebakaran Plumpang, yang terjadi pada Jumat (3/3/2023) lalu.
"7 hari itu hari Kamis sudah satu pekan," katanya.
"Dari hari Jumat malam Sabtu sampai hari Minggu, 3 hari. Lalu Senin, Selasa, Rabu itu 3 hari. Lalu besok kita perpanjang lagi 1 hari," lanjutnya.
Kemudian, alasan lainnya, kata Syarif, sudah banyaknya pihak yang ingin membantu para korban.
Oleh karena itu, jelasnya, hal itu merupakan hasil asesmen PMI Jakut bersama Pemkot terkait.
"Jadi udah 3 hari (posko pengungsian PMI). Belakangan ini kita melakukan asesmen melibatkan Kecamatan, Kelurahan, dan RT-RW setempat serta kader PKK Dasa Wisma. Mereka kita panggil ke sini, lalu kita asesmen terkait warganya," jelas Syarif.
"Mereka (Pemkot) memberikan informasi ke kita bahwa ini berdampak atau tidak. Nah sampai di hari keenam ini, kurang lebih memang agak menyusut (pengungsi di posko PMI Jakut), karena ini benar-benar yang terdampak," sambungnya.
Syarif menjelaskan, perihal nasib tempat tinggal pengungsi yang rumahnya terbakar habis.
Menurutnya, hal tersebut bukan wewenang PMI, melainkan urusan Pemkot terkait.
"Sementara PMI tidak masuk dalam ranah itu (nasib tempat tinggal pengungsi yang rumahnya terbakar). Kami hanya dalam ranah kemanusiaan saja," ungkapnya.
"Makanya di hari ketujuh nanti, kami akan serahkan ke pihak-pihak terkait," tegas Syarif.
Sebelumnya, sejumlah pengungsi akibat kebakaran Depo Pertamina Plumpang di Kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta Utara mengaku, kebingungan akan tinggal dimana, jika tenda pengungsian berakhir.
Menanggapi hal itu, Kepala Markas PMI Jakarta Utara (Jakut) mengatakan, pihaknya memiliki rencana kerja tujuh hari terkait bantuan bagi warga terdampak kebakaran Depo Pertamina itu.
Adapun tujuh hari tersebut, terhitung, sejak Sabtu (4/3/2023) lalu.
Meski demikian, Nurhasanudin menjelaskan, pihaknya akan melakukan identifikasi soal penambahan hari rencana kerjanya.
"Kita punya rencana kerja 7 hari. Kita akan identifikasi," kata Nurhasanudin, saat ditemui, Selasa (7/3/2023).
Sebab, lanjutnya, PMI Jakut akan mengurus para warga terdampak sesuai amanah dari Ketua Umum Palang Merah Indonesia, Jusuf Kalla (JK).
"Kita akan tetap mengurus sesuai amanah pak JK. Kita akan urus mereka-mereka yang memang terdampak betul terhadap peristiwa kemarin," ungkapnya.
Lebih lanjut, soal keberlanjutan penyediaan tenda pengungsian itu. Nurhasanudin mengatakan, memang akan memulangkan pengungsi yang rumahnya sudah layak dihuni kembali.
"Tapi bagi yang rumahnya sudah layak atau sebagainya kita akan pulangkan mereka," ujarnya.
Sehingga, jelasnya, pengungsian warga itu dipindahkan ke rumah masing-masing.
"Untuk kebutuhan suplainyabkita akan suplai dari sini. Butuh apa, misalnya air minum kita suplai," jelas Nurhasanudin.
Baca juga: Update Kasus Kebakaran Depo Pertamina Plumpang: 24 Orang Diperiksa, Belum Ditetapkan Tersangka
"Jadi jadikan rumah mereka itu pengungsian," sambungnya.
Menurut Nurhasanudin, pengungsian di rumah warga justru lebih layak dibandingkan pengungsian di Kantor PMI Jakut.
"Sebenarnya lebih layak di sana. Seburuk-buruknya rumah ya tetap lebih nyaman di rumah."
Sebelumnya, Didah Rosidah (40), satu di antara korban selamat kebakaran Pertamina Plumpang mengaku, rumahnya sudah ludes dilahap si jago merah.
Sejak insiden kebakaran maut, pada Jumat (23/3/2023) malam itu, Didah mengatakan, belum sempat melihat lagi kondisi rumah dan harta bendanya yang sudah tidak bersisa.
Meski demikian, Didah mengaku bersyukur, dia, sang suami dan anak semata wayangnya bisa selamat dari insiden maut itu.
Saat diwawancarai Tribunnews.com, Didah mengatakan, dia merupakan pemilik rumah kontrakan.
Dia memiliki empat unit rumah berbentuk tiga petak, yang dikontrakannya untuk para pekerja.
"Rumah (utama) 2 tingkat, habis semua (terbakar). Kamar di bawah ada 2. Di atas 4," kata Didah, saat ditemui di pengungsian di Kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta Utara, Senin (6/3/2023).
"Ada yang ngontrak di atas. 3 petak (bentuk kontrakannya). Hangus semua barang-barangnya yang ngontrak. Kontrakan punya sendiri," sambungnya.
Soal kontrakannya itu, Didah mengaku khawatir, bukan hanya karena barang-barang para pengontrak yang ikut hangus terbakar, tapi juga karena dia belum bertemu lagi dengan para pengontrak usai kejadian nahas itu.
"Kita enggak tahu pada kemana (pengontrak). Khawatir barang-barang mereka udah hangus semua. Pengen ketemu, tapi hape saya juga terbakar pas lagi di-charge. (Jadi) enggak ada komunikasi," ungkapnya.
Sementara itu, Didah mengaharapkan kebijakan dari Pemerintah terkait tempat tinggal untuk kedepannya.
Terlebih, kata Didah, ia mendengar informasi bahwa tenda pengungsian untuk para korban kebakaran dari pihak PMI akan berakhir, pada Rabu (8/3/2023).
"Iya pengennya gimana, pengungsian sampai hari ke berapa kan. Dengar-dengar 5 hari kan. Dengar-dengar hari Rabu terakhir," katanya.
"Kebijakan dari Pemerintah gimana ini. Rumah belum beres. Apa kita di sini. Mau dibikinin tenda atau gimana. Harus gimana ini, masa mau di sini aja. Kita mau kemana," sambungnya.
Lebih lanjut, Didah mengatakan, belum ada komunikasi, baik dari Pemerintah ataupun PMI soal tempat tinggal para pengungsi kedepannya.
"Sama sekali enggak ada rumah. Pada kebingungan," katanya.
Didah berharap, ada bantuan dari Pemerintah, sehingga kediamannya bisa direnovasi dan bisa dihuni kembali.
"Pengennya dibangun lagi, biar utuh rumah. Pengennya buru-buru. Kita juga butuh tempat tinggal," ungkap Didah.
Ia mengaku bekerja. Sedangkan, sang suami berprofesi sebagai pengendara ojek online (ojol).
Meski demikian, Didah mengaku, kondisi ekonomi ia dan sang suami, sudah tak menyanggupi lagi untuk merenovasi rumah dan kontrakannya itu.
"Kondisi keuangan, boro-boro buat ngebangun (rumah dan kontrakan). Sehari-hari juga susah," ungkapnya.
"Rakyat ini gimana, sedangkan rumah habis semua."
Sementara itu, Didah mengatakan, belum ada upaya komunikasi perihal bantuan tempat tinggal itu antara warga dengan Pemerintah.
Namun, lanjutnya, para kepala keluarga baru menemui Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) setempat.
Sebelumnya, Rohayah (53), satu di antara warga yang selamat dari insiden Kebakaran Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, Jumat (3/3/2023).
Ia ditemui Tribunnews.com, di tenda pengungsian di Kantor Palang Merah Indonesia (PMI), Jakarta Utara.
Warga RT 6 RW 1, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara itu mengatakan, belum mengetahui sampai kapan akan tinggal di tenda pengungsian.
"Belum tahu. Belum dengar sampai kapan di pengungsian," katanya, saat diwawancarai, Senin (6/3/2023).
"Seandainya udah ada batas waktu (pengungsian). Saya pergi kemana. Rumah rusak," lanjutnya.
Rohayah menjelaskan, kondisi rumahnya tak begitu hancur setelah insiden kebakaran itu.
Adapun hanya atap rumahnya saja yang hangus terbakar si jago merah.
Meski demikian, ia enggan pulang ke rumahnya, karena takut bangunan kediamannya itu roboh.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, dinding-dinding rumahnya retak-retak diduga karena hawa panas saat api berkobar di sekitaran wilayah kediamannya.
"Kalau kondisi rumah enggak begitu hancur," katanya.
"Walaupun rumah masih utuh. Saya juga takut. Takutnya keruntuhan," sambung Rohayah.
Sepasang mata Rohayah tampak berkaca-kaca saat menceritakan ketidaksanggupannya untuk merenovasi rumah.
Hal itu terkait kondisi perekonomian keluarganya yang tidak berkecukupan.
Terlebih, sang suami, Wikaya (56), tidak bekerja karena menderita stroke.
"Saya mikirin ya Allah mau pindah kemana. Kalau diceritain sedih. Masalah ekonomi itu penting sekali," ungkapnya.
"Tidak mampu untuk renovasi rumah. Sedangkan makan sehari-hari aja kurang. Saya mau pulang kemana," lanjutnya.
Rohaya memiliki dua orang anak gadis yang sudah menikah dan seorang anak laki-laki yang masih bujang.
Bebannya semakin berat, ia mengaku, memikirkan rumah kedua anaknya yang juga terdampak insiden nahas itu.
"Sedih. Sedihnya orang tua gimana. Mudah-mudahan Allah kasih jalan yang terbaik," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rohaya menyampaikan harapannya agar Pemerintah ataupun pihak PT Pertamina dapat bertanggung jawab atas insiden kebakaran yang mengorbankan harta bendanya.
"Secepatnya deh ada bantuan. Jangan sampai rakyat ini sengsara. Udah kita sengsara keadaan ekonomi, eh kayak gini. Kita mana mau sih ada musibah, siapa yang mau sih," kata Rohayah.
Baca juga: Polri Ungkap Kendala 8 Jenazah Korban Depo Pertamina Plumpang yang Belum Teridentifikasi
"Tolonglah pihak Pertamina, pihak lain, tolonglah," sambungnya sambil menahan tangis pilu.
Sementara itu, sejak tinggal di tenda pengungsian, Minggu (5/3/2023), Rohaya merasa bersyukur karena mendapat bantuan.
"Alhamdulillah bantuan ada di sini. Sembako, makanan ada. Bantuan tunai belum ada," ucapnya.