Ratusan Seniman dari Berbagai Kolektif Seni Hadir di Jakarta Biennale ke-50
Pameran Besar Seni Lukis Indonesia yang digagas oleh Dewan Kesenian Jakarta atau yang kerap disebut Jakarta Binnale.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hasanudin Aco
Wadah Inovasi
Jakarta Biennale 2024 juga menjadi wadah bagi inovasi artistik dan kolaboratif para perupa Indonesia di luar Jakarta yang telah mengikuti program residensi Lab Indonesiana: Baku Konek.
Dalam program residensi yang dimulai sejak Agustus hingga September 2024 tersebut, 17 perupa individu dan kolektif seni dari sejumlah kota di Indonesia berkolaborasi dengan 11 kolektif yang tersebar di seluruh Indonesia.
Program residensi di lingkup domestik ini sekaligus ingin mematahkan pemahaman umum di lingkungan seni dan kebudayaan bahwa residensi harus selalu dilakukan di luar negeri.
Jakarta Biennale 2024 dapat terselenggara atas dukungan banyak pihak, termasuk di antaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI).
Seni untuk Perubahan
Jakarta Biennale 2024 resmi dibuka pada 1 Oktober sampai 15 November yang digelar di Galeri Emiria Soenassa, Sudjojono, Oesman Effendi, dan beberapa titik lainnya di TIM.
Tak hanya seni rupa, beberapa nama fotografer ibukata seperti Adhi Wicaksono, Thoudy Badai, M. Zaenuddin, Rakhmawaty, Abyan, Fernando Randy dan kolektif dari Kelas Jurnalis Cilik Cilincing ikut memeriahkan Jakarta Biennale ke-50.
Fernando Randy, salah satu fotografer yang karyanya menghiasi ruang pameran mengungkapkan rasa bangganya bisa terpilih dalam ajang tersebut untuk pertama kalinya.
“Ini pameran Biennale saya yang pertama, dan tentu menyenangkan bisa terpilih sebagai salah satu pameris di event seni kontemporer semonumental Jakarta Biennale (JB), terlebih saat ini JB memasuki usia ke-50. Terima kasih juga untuk PannaFoto Institute yang memfasilitasi sehingga karya saya bisa berpameran di JB tahun ini,” ungkap Nando begitu ia akrab disapa dalam pembukaan Jakarta Biennale ke-50 di TIM, Jakarta, Selasa (1/10/2024).
Mengusung tema ‘Pembangunan Jakarta’, Nando menceritakan perihal Jakarta yang terus menerus dibangun namun menjadi bias karena pada akhirnya pembangunan tersebut tidak menemui sasaran tepat dan menjadikan kota ini semakin baik.
“Ada pergerakan yang berubah kala kita memasuki babak baru setelah pandemi. Banyak karya-karya foto personal yang saat ini tampil, itu karena beberapa tahun terakhir kita berkarya dari rumah,” kata pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan tersebut.
“Cerita foto yang sering kali terlewat tentang keadaan sekitar sekarang mulai bermunculan. Dan tentu bagus untuk menambah keragamaan dari fotografi itu sendiri. Karena memang sifat dari seni itu sendiri adalah tetap berjalan luwes dengan perkembangan zaman,” sambungnya.
14 tahun menjadi fotografer Tanah Air, ia berharap agar seni dapat menjadi penyambung perubahan kota Jakarta.
“Saya ingin menyampaikan bahwa setelah lepasnya Ibukota, mungkin sudah saatnya pembangunan Jakarta lebih mengacu pada warganya dan lebih peka serta fokus terhadap setiap berbagai gejala global warming. Dan semoga seni tetap menjadi salah satu senjata utama untuk bersuara membuat perubahan,” tuturnya.