KPK: Tak Ada yang Salah dengan Prosedur Penahanan Angie
Sebab, menurut Johan, saat Angie diumumkan sebagai tersangka oleh Ketua KPK, belum ada tindakan hukum (proyustisia).
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi, memastikan tidak ada yang salah dari prosedur penetapan Angelina Sondakh sebagai tersangka, maupun penahanannya di Rutan KPK.
Sebab, menurut Johan, saat Angie diumumkan sebagai tersangka oleh Ketua KPK, belum ada tindakan hukum (proyustisia).
"Ketika diumumkan, itu keputusan kolegial dari hasil ekspose pimpinan KPK. Ketika KPK melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, dan ditemukan dua alat bukti yang cukup," terang Johan saat dikonfirmasi wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (27/4/2012).
Diterangkan Johan, dalam KUHAP, dasar melakukan proyustisia atau tindakan hukum, adalah melalui surat perintah penyidikan (sprindik).
"Menjadi salah ketika ada tindakan proyustisia, sementara belum ada sprindik. Nah, selama diumumkan sebagai tersangka, kan dia (Angie) bebas ke mana-mana dengan aktivitasnya, tidak ada tindakan proyustisia," jelas Johan.
Karena itu, lanjut Johan, KPK melakukan upaya hukum saat mengambil tindakan pemeriksaan dan penahanan terhadap mantan Puteri Indonesia.
Kendati demikian, KPK mempersilakan jika pihak Angie ingin mempersoalkan hal ini ke jalur hukum.
"Nah, sekarang saat dilakukan upaya hukum (pemeriksaan dan penahanan tersangka) maka secara administrasi dibutuhkan sprindik, karena itu dasarnya," tambahnya.
Teuku Nasrullah, kuasa hukum Angie, mempertanyakan alasan KPK menahan kliennya. Bahkan, disebutkannya, lembaga superbodi pimpinan Abraham Samad arogan dan tak sesuai undang-undang dalam memperlakukan seseorang.
"Saya menyesalkan sikap keterburu-buruan pihak KPK. Ini terulang seperti saat penetapan tersangka klien saya yang tanpa dasar yang jelas," ujarnya kepada wartawan seusai mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan di Kantor KPK, Jakarta, Jumat petang.
KPK, tuturnya, selama ini telah menyalahi peraturan perundang-undangan saat menetapkan kliennya sebagai tersangka. Nasrullah mengatakan, KPK baru mendapat surat perintah penyidikan untuk mantan Putri Indonesia, pada 19 April 2012.
"Jadi, berarti saat diumumkan sebagai tersangka, klien saya belum memiliki sprindik. Seharusnya ada LHP (laporan hasil penyelidikan)," tukasnya.
Angelina Sondakh menjalani pemeriksaan pertama, Jumat sore tadi, setelah ditetapkan menjadi tersangka sejak 3 Februari 2012. Seusai menjalani pemeriksaan perdana, KPK langsung menahannya hari ini.
Berdasarkan penyelidikan dan gelar perkara, Angie diduga telah menerima uang sebesar Rp 5 miliar dari perusahaan milik mantan Bendaha Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Permai Group.
Diduga uang tersebut diberikan terkait pembahasan penganggaran proyek Wisma Atlet yang dibahas di Badan Anggaran DPR. Angelina pun disangkakan mengunakan pasal 5 ayat 2, atau pasal 11, atau pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam fakta persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kesaksian eks Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manullang mengungkapkan, Angie pernah meminta dana fee proyek Wisma Atlet melalui pembicaraan via BlackBerry Messenger (BBM).
Sementara, eks Direktur Keuangan Permai Grup Yulianis, mengaku pernah meminta sopir bernama Luthfi, mengantarkan paket uang Rp 5 miliar yang ditujukan untuk Angie dan anggota Komisi X DPR Fraksi PDIP I Wayan Koster.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat, tak hanya terganjal kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet. Dari hasil pengembangan penyidikan KPK, Angie juga terlibat kasus lain di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
KPK menduga kapasitas Angie yang saat itu sebagai anggota Banggar dari Komisi X DPR yang membidangi olahraga dan pendidikan, juga ikut andil dalam penganggaran di Kemendikbud. Indikasi kasus pembahasan anggaran di Kemendikbud ini merupakan rangkaian dari kasus pembahasan anggaran Wisma Atlet SEA Games. (*)