KontraS Desak SBY Usut Kasus Wasior dan Wamena
KontraS mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Pengadilan HAM peristiwa Wasior dan Wamena di Papua.
Penulis: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Pengadilan HAM peristiwa Wasior dan Wamena di Papua.
"Ini mengacu pada situasi Papua yang kian tidak menentu. Upaya ini dapat menjadi acuan komitmen awal pemerintah yang bersedia membangun Papua secara bermartabat dengan mendorong dialog damai," kata Koordinator KontraS Haris Azhar dalam keterangan pers, Kamis (14/6/2012).
Kemarin, tepat 11 tahun peristiwa pelanggaran HAM di Wasior, Papua. Haris mengatakan, aparat Brimob Polda Papua melakukan penyerbuan kepada warga di Desa Wonoboi, Wasior, Manokwari, Papua.
Akibatnya, terjadi tindak kekerasan berupa penyiksaan, pembunuhan, penghilangan secara paksa, hingga perampasan kemerdekaan.
KontraS mencatat sebanyak empat orang tewas, satu orang mengalami kekerasan seksual, lima orang dihilangkan secara paksa, dan 39 orang mengalami penyiksaan, termasuk yang menimbulkan kematian akibat peristiwa yang terjadi pada 13 Juni 2001.
"Bagi para korban, peristiwa Wasior telah menyisakan trauma yang berkepanjangan," ujarnya.
Menyikapi hal tersebut, tim Ad Hoc Papua Komnas HAM telah melakukan penyelidikan pro-justisia, yang mencakup peristiwa Wasior dan Wamena sejak 17 Desember 2003 hingga 31 Juli 2004, dan menyerahkan berkas penyelidikan kepada Jaksa Agung untuk ditindak lanjuti.
"Namun, Jaksa Agung menolak memeriksa dan melakukan penyidikan kasus ini, dengan alasan laporan Komnas HAM masih belum lengkap," tutur Haris.
Bolak-balik berkas dari Kejaksaan Agung dan Komnas HAM terjadi pada 2004 dan 2008, tanpa ada kejelasan tindak lanjut.
KontraS memandang Kejaksaan Agung telah melakukan pengabaian, karena menolak penyidikan untuk peristiwa pelanggaran HAM di Wasior.
Ia mengatakan, jika pun penyelidikan Komnas HAM dianggap belum lengkap, maka Jaksa Agung memiliki kewenangan lebih kuat untuk dapat melengkapinya.
"Tidak ada alasan bagi Jaksa Agung untuk tidak melakukan penyidikan peristiwa ini, karena terjadi setelah tahun 2000. Berdasarkan UU Pengadilan HAM, Jaksa Agung dapat segera melakukan penyidikan tanpa menunggu rekomendasi dari legislatif. Presiden pun dapat mengeluarkan Keppres tentang Pengadilan HAM untuk peristiwa ini," papar Haris.
KontraS juga meminta tim Penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu yang diketuai oleh Kemenkopolhukam, untuk bekerja aktif dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
"Ini sebagai upaya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, khususnya Wasior dan Wamena, Papua," cetusnya. (*)
BACA JUGA