Jenazah Warsinah Dipulangkan Setelah Tujuh Bulan Meninggal
Namun, kembali dihentakkan dengan berita kematian TKI
Penulis: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Kematian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih terus berlanjut. Bulan ini, baru saja membuka lembaran baru. Namun, kembali dihentakkan dengan berita kematian TKI. Satu diantaranya adalah Warsinah.
Politisi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mengungkap, Warsinah binti Amad Wasid (39), adalah warga Dusun Sindang Laut 2 Rt 02/02, Dusun Muara, Kecamatan Blanakan, Subang. Ia adalah salah satu TKI yang berangkat ke Arab Saudi sejak bulan Agustus 2011.
Meski, pada bulan yang sama pemerintah menetapkan moratorium ke Arab Saudi. Harapan Warsinah untuk membiaya anak-anak hingga sekolah tinggi akhirnya pupus oleh sebuah kecelakaan yang menimpanya di Kota Tapsil, Mekah, Juni 2012.
Jenazah Warsinah baru dipulangkan kemarin, 20 Januari 2012 dan baru dimakamkan hari ini Senin (21/1/2013) karena kampung terendam banjir.
"Lambatnya proses pemulangan jenazah Warsinah karena PJTKI yang memberangkatkannya tidak melaksanakan tanggung jawabnya. Bahkan berita mengenai kematian warsinah diterima keluarga melalui teman Warsinah, sesama TKI, bukan dari biro tenaga kerja yang memberangkatkan," Rieke mengungkapkan dalam rilisnya kepada Tribun.
Rieke kemudian menyarankan agar pemerintah pusat dalam hal ini BNP2TKI dan Kemenakertrans memastikan hak asuransi dan gaji Warsinah diberikan sesuai peraturan perundang-undangan.
Uang asuransi yang seharusnya didapat oleh keluarga almarhum Rp 75 juta (Permenakertrans no 1/2012 tentang Asuransi). Kekurangan gaji Warsinah selama bekerja Rp 4 juta belum diberikan.
"Warsinah harusnya mendapatkan gaji 24 juta, namun hanya Rp 18 juta yang dibayarkan ke pihak keluarga melalui PJTKI," kata Rieke lagi.
Pemerintah daerah Jawa Barat diharapkan mengambil langkah konrit terhadap persoalan perlindungan warganya. Di Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat Rieke mencontohkan, mereka melakukan tindakan cepat, memberikan fasilitas kepada keluarga untuk bertemu DPR, termasuk menyediakan pengacara ketika ada persoalan hukum.
"Pemerintah daerah juga dapat mencegah rakyatnya menjadi TKI keluar negeri dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan mengawasi warganya yang akan pergi ke luar negeri di negara yang telah dimoratorium," ujarnya.
Dijelaskan, amanat konstitusi pasal 27 ayat 2 mengatakan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “. Pemerintah daerah harus mampu menciptakan pekerjaan dan penghidupan layak. Jangan melakukan klaim keberhasilan mengatasi kemiskinan, jika ternyata hal ini tidak sesuai fakta.
Hingga saat ini, sambung Rieke lagi, Jawa barat menjadi pemasok TKI terbesar di Indonesia. Sebelumnya Nusa Tenggara Barat menduduki peringat pertama, namun karena usaha pemerintah daerah NTB yang mengusulkan moratorium, jauh sebelum pemerintah pusat melakukannya, hal ini dapat mencegah pengiriman TKI.
"Saya tidak akan membiarkan rakyat Jawa Barat sendirian, lapangan pekerjaan itu harus diciptakan. Jangan biarkan rakyat bertaruh nyawa di negara orang, sementara kita sebagai pemerintah berpangku tangan, bahkan tidak melakukan apapun ketika warganya bermasalah," demikian Rieke Diah Pitaloka.