Menkopolhukam: Tak Usah Berandai-andai Mau Memakzulkan
Menteri Koordinator Polhukam Djoko Suyanto meminta semua pihak untuk tidak berandai-andai mengenai perppu
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Polhukam Djoko Suyanto meminta semua pihak untuk tidak berandai-andai mengenai peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Mahkamah Konstitusi yang masih belum disusun.
Karena itu, imbuh Djoko, penolakan penerbitan perppu MK dirasa aneh. Apalagi ada pihak yang menyatakan akan memakzulkan. "Perppu saja belum disusun, belum tahu keluarnya seperti apa. Jangan berandai-andai dulu," cetus Djoko, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (11/10/2013).
Dijelaskan, bahwa Perppu MK ini sedang digodok, dan dibicarakan. "Itu saja belum. Jadi enggak usah berandai-andai mau memakzulkan, itu salah, itu keliru. Barangnya belum ada," tegas dia.
Sebelumnya, rencana Presiden SBY menerbitkan Perppu MK, potensial jadi bumerang. Good will kepala negara, pascapenangkapan KPK terhadap Ketua nonaktif MK Akil Mochtar terkait suap itu, bisa berujung penggulingan kekuasaan SBY.
"Saya kira kami menolak penerbitan Perppu itu. Kalau dipaksakan, ini bisa impeachment (pemakzulan) terhadap presiden," tegas Anggota DPR dari PPP, Ahmad Yani dalam diskusi bertajuk Masihkah MK RI Dipercaya di Dedung DPR/MPR Jakarta, Kamis (10/10).
Usai memprakarsai pertemuan dengan para pimpinan lembaga tinggi negara (minus MK) di Istana Negara pekan lalu, SBY yang mengklaim mendapat masukkan pimpinan lembaga tinggi negara, berniat menerbitkan Perppu MK.
Perppu itu di antaranya menunjuk Komisi Yudisial (KY) mengawasi hakim konstitusi, atau mengembalikan otoritas pengawasan KY yang telah digugurkan MK 2006 silam.
"Soal pengawasan KY itu sudah pernah diputuskan MK. Apapun keputusan MK itu final dan mengikat. Kalau KY sudah tak boleh mengawasi MK, adakan pengawasan lain. Tinggal kita cari solusinya. Misalnya, pemerintah bisa mengajukan perubahan UU MK," jelas Yani.
"Kalau KY tetap ingin mengawasi MK, maka UUD harus diamandemen. Namun, itu terlalu lama," ujarnya.
Yani menyarankan pembentukan Majelis Kehormatan Hakim permanen dengan unsur dari komisioner KY, tokoh masyarakat dan hakim MK.