Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bu Pur Incar Meja-Kursi Rp 1,3 Triliun

Meja, kursi, tempat tidur, AC, dan peralatan lain di Kompleks Pusat Pelatihan Olahraga Hambalang, Bogor, senilai Rp 1,3

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Bu Pur Incar Meja-Kursi Rp 1,3 Triliun
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Sylvia Sholehah atau yang biasa disapa Ibu Pur usai diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2013). Sylvia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan sarana dan prasarana olah raga di Hambalang. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meja, kursi, tempat tidur, AC, dan peralatan lain di Kompleks Pusat Pelatihan Olahraga Hambalang, Bogor, senilai Rp 1,3 triliun disebut-sebut akan diberikan ke Bu Pur, istri Kepala Rumah Tangga (Karumga) kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Cikeas, Gunungputri, Bogor.

Pengakuan itu meluncur dari mulut mantan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri (anak perusahaan Permai Group), Mindo Rosalina Manulang, saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dengan terdakwa Deddy Kusdinar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (3/12).

Menurut Rosa yang pernah jadi anak buah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, Bu Pur yang bernama asli Sylvia Sholeha adalah salah satu pihak yang menginginkan proyek Hambalang. Rosa mengetahui hal itu dari mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharram.

"Saya tanya (ke Wafid), Bu Pur itu siapa, Pak?. Dia (Bu Pur) dari Kepala Rumah Tangga Cikeas. Sampaikan saja ke bosmu (M Nazaruddin). Saya sampaikan ke Pak Nazar. Saya bilang, Pak katanya ada Bu Pur dari Cikeas. Dia juga pengin peralatan (Hambalang) itu," kata Rosa.

Rosa pun menyampaikan hal itu kepada bosnya, yaitu Nazaruddin. Akhirnya Nazar memutuskan untuk mundur dari proyek Ham­balang tersebut. "Ya sudah, Ros, kau mundur saja kalau gitu," ujar Rosa menirukan perkataan Nazar keesokan harinya.

Rosa menceritakan, awalnya perusahaan Nazaruddin menginginkan proyek Hambalang untuk pengadaan fisik bangunannya. Namun, proyek dimenangkan oleh KSO Adhi Karya-Wijaya karya. Padahal, Permai Group sudah mengeluarkan dana Rp 10 miliar untuk memuluskan perusahaannya memenangkan proyek tersebut.

Akhirnya, Nazar meminta Rosa mengusahakan agar mendapat proyek untuk pengadaan peralatannya. Rosa pun menyampaikannya ke Wafid. Namun, saat itu Wafid mengatakan bahwa proyek tersebut juga sudah diminta oleh Bu Pur.

Berita Rekomendasi

"Mohon maaf, Bu Pur juga sudah ke sini. Maksudnya sudah ke Pak Wafid. Pengadaan peralatan itu, Bu Pur juga kepengin," terang Rosa.

Permai Group pun akhirnya meminta pengembalian uang Rp 10 miliar yang sudah dikeluarkan.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam kemarin meluruskan pernyataan Rosa soal penyebutan nama Bu Pur sebagai Karumga Cikeas, kediaman pribadi Presiden SBY. “Saya pastikan jabatan Kepala Rumah Tangga di Cikeas tidak pernah ada, seperti yang dikemukakan Rosa di pengadilan,” ujar Dipo Alam di laman resmi Setkab.

Menko Polhukam Djoko Suyanto menegaskan hal sama. Menurut Djoko, Bu Pur bukan Karumga Cikeas. “Dia bukan kepala urusan rumah tangga Cikeas," tegas Djoko.

Dalam kasus ini, Deddy selaku Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain, yakni Andi Alfian Mallarangeng melalui Andi Zulkarnain Malla­rangeng, Wafid Muharram, Anas Urbaningrum, Mahyudin, Teuku Bagus, Machfud Suroso, Olly Dondokambey, Joyo Winoto, Lisa Lukitawati, Anggraheni Dewi Kusumastuti, Adirusman Dault, Aminullah Aziz, serta korporasi. Atas perbuatannya tersebut, Deddy terancam hukuman 20 tahun penjara.

Selain Deddy, KPK juga menetapkan tiga tersangka lain, yaitu Andi Alfian Mallarangeng (mantan Menpora), petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noer, dan Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso.

KPK juga menetapkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka dugaan menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang. Dalam perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus ini merugikan negara sebesar Rp 463,6 miliar.

Seperti diberitakan, nama Bunda Putri pertama kali muncul dalam rekaman telepon yang diputar jaksa di persidangan Ahmad Fathanah pada 29 Agustus lalu. Dalam rekaman itu, Bunda Putri membahas perihal reshuffle dengan Luthfi Hasan Ishak (LHI). Mereka menyebut sejumlah nama, seperti Haji Susu, Pak Tan, Dipo, dan Pak Lurah.

Pada sidang tersebut, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishak yang hari itu menjadi saksi untuk tersangka Ahmad Fatanah, mengaku mengenal Bunda Putri. Luthfi mengklaim, Bunda Putri merupakan orang dekat SBY.

Tentu saja Presiden SBY marah besar terhadap Luthfi, sebab dia mengkaitkan dirinya dengan sosok yang bernama Bunda Putri. Jubir Kepresidenan Julian Aldrin Pasha membenarkan, Presiden SBY sangat marah terhadap Luthfi gara-gara kesaksian yang dianggap bohong itu. Polisi pun turun tangan mencari sosok siapa Bunda Putri yang dikait-kaitkan dengan Istana itu.

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas