Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketika Jaksa dan Sri Mulyani Saling Ngotot di Persidangan Bank Century

Sejumlah alasan logis disampaikan perempuan Indonesia yang kini menjadi Managing Director Bank Dunia itu

Penulis: Abdul Qodir
zoom-in Ketika Jaksa dan Sri Mulyani Saling Ngotot di Persidangan Bank Century
TRIBUN/DANY PERMANA
Managing Director Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersaksi dalam sidang mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (2/5/2014). Budi didakwa karena diduga terlibat kasus korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) pada Bank Century dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

"Bapak jaksa ini bagaimana, apa saya harus ulangi lagi? Krisis dari rusaknya perbankan memang belum terjadi, saya mencegah itu karrna tanda-tanda menuju ke situ sudah nyata," jawab Sri Mulyani.

Jaksa Roni terus mencecarnya. Sebab, Gubernur BI saat itu, Boediono, menyatakan kondisi perbankan Indonesia sehat, namun bertentangan dengan potensi krisis yang menjadi alasan Sri Mulyani.

Bagi Sri Mulyani, apa yang dilakukan Boediono itu semata untuk menjaga agar masyarakat, khususnya para nasabah tidak panik.

Sri Mulyani menceritakan, kondisi masyarakat tetap aman dan tenang pada 2009 atau setelah BC diberi dana talangan melalui LPS.

Kondisi itu justru menjadi bahan pertanyaan lanjutan jaksa Roni. Sebab, faktanya uang yang dikucurkan kepada BC tersebut adalah milik negara. "Memang, kalau ketenangan masyarakat itu berapa kira-kira nilainya," tanya balik Sri Mulyani.

Jaksa Roni menjawab, bahwa ketenangan masyarakat itu tidak bisa diukur. Namun, penilaian jaksa itu langsung ditimpali oleh Sri Mulyani. "Bisa dong," timpalnya.

Menurut Sri Mulyani, ketenangan masyarakat itu bisa diukur dengan melihat pergerakan dana Rp 1.700 triliun dari 82 juta pemilik rekening di seluruh bank saat itu.

Berita Rekomendasi

Ia menegaskan, bahwa keputusan yang telah diambilnya dalam menetapkan BC sebagai bank gagal berdampak sistemik saat itu bisa dipertanggungjawabkan. "Sebuah keputusan bisa dipertanggungjawabkan," tandasnya.

Namun, Sri Mulyani makin tak 'berkutik' saat jajaran majelis hakim mencecarnya dengan pertanyaan yang sama, yakni tentang alasan utama dan acuan bahwa kondisi BC bisa berdampak sistemik jika tidak diselamatkan.

"Saudara mengatakan, untuk menentukan sistemik atau tidak itu tidak ada indikator yang pasti kan, tapi (di sisi lain) Saudara mengatakan keamanan masyarakat pemilik uang di bank itu bisa kita lindungi. Dengan begitu, apakah Saudara mengambil keputusan berdampak sistemik ini berdasarkan perasaan atau feeling atau insting?" tanya hakim Made Hendra.

Dan Sri Mulyani akhirnya membenarkan bahwa dirinya selain 'bermodal' data dari BI tentang kondisi BC dan tingkat rasa aman nasabah, juga menggunakan insting dalam pengambilan keputusan bahwa BC adalah bank gagal berdampak sistemik jika tidak diselamatkan.

"Kalau sebagai pengambil keputusan kami membuat berdasarkan pikiran, perasaan mungkin juga dalam hal ini insting," ungkapnya.

Mendengar jawab seperti itu, hakim Made Hendra mencecar Sri Mulyani tentang ada atau tidak teori ekonomi yang mendukung acuan keputusan itu adalah insting.

"Saya menggunakan rasionalitas bahwa resiko yang dihadapi sitem perekonomian kita jauh lebih besar, kalau saya tidak membuat keputusan yang tepat," jawab Sri Mulyani.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas