Penetapan Jero Tersangka Bernuansa Politis
Hinca Pandjaitan selaku kuasa hukum Jero menuturkan nuansa politis tersebut dapat dilihat dari kronologis penetapan tersangka Jero oleh KPK
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gagalnya Jero Wacik duduk di kursi parlemen karena ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan korupsi satu bulan menjelang dilantik menjadi anggota DPR, dinilai kuasa hukum kental dengan nuansa politis.
Hinca Pandjaitan selaku kuasa hukum Jero menuturkan nuansa politis tersebut dapat dilihat dari kronologis penetapan tersangka Jero oleh KPK yang dilakukan menjelang pelantikan anggota DPR.
"Termohon selaku menteri ESDM kabinet bersatu jilid 2 akan berakhir masa jabatannya pada 20 September 2014. 3 September pemohon (Jero) oleh KPK diumumkan sebagai tersangka. Seharusnya pada 1 Oktober 2014, Jero dilantik selaku anggota DPR Partai Demokrat dari pemilihan Bali," kata Hinca dalam sidang praperadilan di PN Jakarta selatan, Senin (20/4/2015).
Selain itu menurut Hinca, KPK telah bertindak sewenang-wenang karena penetapan tersangka kliennya tidak melalui penetapan tertulis, sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh suatu lembaga negara. Hal tersebut menurut Hinca bertentangan dengan pasal 28 D ayat 1 UUD 1945 vide pasal 3 ayat 1 UU HAM.
"Penetapan tersangka yang dilakukan tidak melalui produk hukum tertulis merupakan kesewenang-wenangan dan pengumuman status tersangka melalu konferensi pers bertentangan dengan kelaziman," katanya.
Jero ditetapkan tersangka oleh KPK karena diduga menyalahgunakan wewenang ketika menjabat Menteri Kebudayaan dan pariwisata periode 2008-2011 dan Menteri ESDM 2011-2013.
Ketika menjabat Menbudpar Jero diduga menggunakan anggaran untuk memperkaya diri sendiri sebesar Rp 7 miliar.