DPR Dorong Pengacara Duo Bali Nine Bongkar Dugaan Suap Hakim
Namun, pengacara tersebut harus menyiapkan fakta-fakta yang teruji validitasnya
Penulis: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Didik Mukriyanto meminta pengacara duo Bali Nine membongkar adanya dugaan suap hakim.
Namun, pengacara tersebut harus menyiapkan fakta-fakta yang teruji validitasnya.
"Mestinya hukum bebas dari intervensi dan suap, hukum harus ditegakkan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kalau sampai diwarnai intervensi uang dan power, itu harus dibuktikan, " kata Didik di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/4/2015).
Ia pun mendukung kasus tersebut untuk membongkar dugaan suap dalam kasus duo Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
"Kalau pengacara ada validitas, ya bongkar, ya kita dukung dan bongkar. Ini domain KY, harus laporan dulu," ujar Politisi Demokrat itu.
Komisi III DPR, kata Didik, sejauh ini belum mendapatkan laporan kalau ada suap terkait hukuman mati.
Ia menjelaskan proses hukum di Indonesia yang berjenjang. Bila ada satu pihak yang melakukan intervensi maka akan terkonfirmasi di tingkat selanjutnya.
"Bila ada tekanan di penyidik akan terkonfirmasi di persidangan, karena bisa saja tersangka membela diri di persidangan. Karena tidak sedikit tersangka bebas," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, salah seorang kuasa hukum duo Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Muhammad Rifan, menuntut investigasi lebih lanjut terkait usaha korupsi atau permintaan suap dari hakim yang menangani kasus eksekusi Chan dan Sukumaran.
Dikatakan oleh Rifan, hakim sempat meminta $130.000 (sekitar 1 miliar rupiah), bahkan lebih, kepada pihak terpidana agar diberikan hukuman yang lebih ringan, yaitu hukuman penjara kurang dari 20 tahun.
Namun, setelah akhirnya pihak duo Bali Nine setuju, lobi tersebut digagalkan lantaran para hakim sudah mendapat perintah dari atasan dan pemerintah di Jakarta.
"Hakim-hakim itu bahkan minta uang berjumlah lebih besar lagi," kata Rifan, seperti dilansir dari The Sydney Morning Herald.
"Saya jelaskan seberapa banyak (dana) yang kami punya dan mereka katakan risikonya sudah semakin tinggi, jadi jumlah (1 miliar) itu sudah tidak cukup," tambahnya.
Menurutnya, ia sempat berpikir rencana akan tetap kembali pada hukuman 20 tahun, namun malah kembali pada hukuman mati.