Psikolog: Maraknya Prostitusi karena Hukuman bagi PSK dan Pelanggan Sangat Ringan
Praktik prostitusi di Indonesia disinyalir akan semakin marak. Hal ini, karena di negara ini belum ada hukuman tegas yang dijatuhkan
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Praktik prostitusi di Indonesia disinyalir akan semakin marak. Hal ini, karena di negara ini belum ada hukuman tegas yang dijatuhkan kepada para pelanggan dan pekerja seks komersial (PSK) yang terlibat di dalam aktivitas mesum tersebut.
Berkaca dari praktik prostitusi yang dijalankan oleh Robby Abbas alias RA (32 tahun). Sejauh ini, aparat kepolisian hanya menjerat pria yang pernah menjadi make up artis tersebut.
Dia diancam pasal 296 KUHP juncto pasal 506 KUHP. Bentuk hukuman, yaitu pidana penjara selama 1 tahun empat bulan. Sementara sejauh ini, pekerja seks komersial (PSK) dan pelanggan hanya diperiksa sebagai saksi.
“Kita perlu suatu undang-undang dan kebijakan. Yang jelas kalau di Switzerland itu, prostitusi ditekan ketika pembeli dihukum,” ujar Psikolog Forensik, Kasandra A. Putranto ditemui di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Senin (11/5/2015) malam.
Kasandra menilai praktik prostitusi seperti kegiatan ekonomi. Ada permintaan (demand) dan penawaran (supply). Ada penjual dan pembeli. Apabila yang dihukum hanya penjual, maka tidak akan pernah selesai.
“Sekali lagi ada pembeli dan penjual, kalau penjual saja yang dihukum ya tidak pernah selesai. Supply ada karena Demand, yang menimbulkan Demand itu tidak diapa-apakan konsekuensi hukum ya prostitusi masih akan berjalan terus,” katanya.
“Masing-masing orang punya cara-cara kreatif untuk melakukannya. Jadi harus ada terobosan baru dalam penanganannya,” katanya.