Tanggapan Buya Syafii soal Pembacaan Alquran dengan Langgam Jawa di Istana Negara
Menanggapi itu, Tokoh Nasional Buya Syafii Maarif memandang hal itu tak perlu diributkan.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembacaan Al-Quran dengan irama khas budaya Jawa saat peringatan Isra Miraj di Istana Negara, (15/5/2015) lalu terus menuai kontroversi. Ketika itu Muhammad Yasser Arafat membacakan Surah An-Najm 1-15 dengan cengkok atau langgam Jawa.
Acara itu dihadiri Presiden Joko Widodo, Menteri Agama Lukman Hakim, beberapa pejabat, dan sejumlah duta besar negara Arab.
Menanggapi itu, Tokoh Nasional Buya Syafii Maarif memandang hal itu tak perlu diributkan. Sebab itu tidak subtantif.
"Kenapa itu dipersoalkan, itu kan kultur saja. Lagu di Afrika juga lain lagi, kenapa diributkan? " kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut di Jakarta, Selasa (19/5/2015)
Menurutnya, yang dilarang dalam Islam itu kalau mempermainkan atau merubah isi Al-quran. Jika hanya membaca Alquran dengan langgam lokal tak pernah dipermasalahkan.
"Jadi jangan reaksinoner, pikir positif, kalau tidak baik coba dijelaskan apa alasannya," kata Buya.
Adapun sebelumnya, pakar pengajaran Al-quran dari Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia, Ahmad Annuri menuduh pemerintah telah melakukan liberalisasi agama Islam.
Menurut Ahmad, cara membaca Al-quran seperti di Istana Negara itu tidak boleh terjadi lagi dan harus dihentikan. Sebab menurutnya, hal itu kakalluf atau memaksakan untuk meniru lagu yang tidak lazim untuk baca Al-quran, dan yang paling fatal ketika ada kesalahan niat.
"Yaitu merasa perlu menonjolkan citra rasa lagu ke-Nusantara-an atau keindonesiaan dalam membaca Al-Quran," kata Ahmad.
Menurut Ahmad Annuri, langkah itu membangun sikap hubbul wathoniyyah yang salah, seolah lagu Nusantara untuk membaca Al-quran adalah sesuatu yang layak dan sah-sah saja. Cara membaca Al-quran seperti itu, kata dia, akan merusak kelaziman.
Dia bertanya, bagaimana kalau lagu Indonesia Raya saat acara kenegaraan dinyanyikan dengan langgam Jawa atau suku yang lain? "Apakah orang Indonesia terima?"
Karena itu, tegas dia, pembacaan Al-quran dengan langgam etnis lokal lebih besar mudarat daripada manfaatnya.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan pembacaan Al-Quran dengan langgam Jawa adalah murni idenya. Dia membantah gagasan itu dari Presiden Jokowi.
"Tujuan pembacaan Al-Quran dengan langgam Jawa adalah menjaga dan memelihara tradisi Nusantara dalam menyebarluaskan ajaran Islam di Tanah Air," kata Lukman pada akun Twitter-nya.
Walau begitu, Lukman menyimak kritik yang berkeberatan dengan adanya pembacaan Al-Quran dengan langgam Jawa. "Tapi saya juga berterima kasih kepada yang mengapresiasinya," kata Lukman.