Senator Asal NTT Tolak Dana Aspirasi
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Adrianus Garu menolak usulan dana aspirasi
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
![Senator Asal NTT Tolak Dana Aspirasi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/Demo-Dana-Aspirasi.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Adrianus Garu menolak usulan dana aspirasi daerah pemilihan yang diajukan DPR.
Menurutnya usulan dana tersebut tidak logis dan tidak sesuai dengan sistem perencanaan pembangunan bangsa ini.
DPD juga menilai usulan itu menyimpang dari tugas dan fungsi DPR yaitu menjalankan fungsi pengawasan, anggaran (budgeting) dan legislasi (pembuat UU).
"DPR itu sudah punya fungsi budgeting yaitu merancang anggaran. Mereka termasuk yang menentukan ke mana anggaran negara ini diberikan. Untuk apa lagi dana aspirasi? Kemana fungsi budgeting kalau dana aspirasi juga dipakai?" kata Adrianus di Jakarta, Kamis (18/6/2015).
Adrianus mengaku tidak setuju dengan alasan sejumlah anggota DPR bahwa pengajuan dana tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban anggota Dewan atas aspirasi yang diterima dari masyarakat.
Menurutnya, alasan itu sangat tidak masuk akal. Pasalnya, sejak menjadi anggota DPR atau DPD, mestinya sudah sadar bahwa mereka duduk di lembaga DPR ataupun DPD adalah sebagai wakil rakyat. Sebagai wakil rakyat, tugas mereka adalah menerima aspirasi masyarakat.
Aspirasi itu kemudian dibawa ke tingkat pusat dan dikawal sehingga terbentuk dalam program. Program itulah yang menjadi pegangan anggota DPR untuk menjawab aspirasi daerahnya, bukan meminta dana Rp 20 miliar tiap tahun.
Anggota Komite IV (bidang keuangan) DPD ini juga tidak setuju bahwa usulan dana aspirasi itu untuk menjalankan perintah Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD atau disebut yang biasa disebut MD3.
Menurutnya, sistem perencanaan pembangunan bukan mengacu ke UU MD3, tetapi ke UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Dalam UU SPPN, mekanisme perencanaan pembangunan adalah melalui forum Musyawaran Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Forum ini sebagai ajang atau tempat berkumpulnya semua aspirasi. Musrenbang dimulai dari tingkat desa hingga tingkat nasional.
Pengusulan program beserta anggarannya dilakukan menggunakan forum tersebut, bukan diluar mekanisme Musrenbang seperti dana aspirasi yang diajukan anggota DPR.
"Kalau di luar forum Musernbang berarti itu ilegal. Itu sama saja mengambil uang negara tidak sesuai aturan," kata Adrianus.
Dirinya berharap pemerintah mau menolak usulan dana aspirasi tersebut. Di sisi lain, dia meminta pemerintah membuat sistem baru dalam perencanaan pembangunan bangsa ini yaitu memakai sistem Information Technology (IT) seperti e-budgeting, e-processing, e-planning, dan berbagai fasilitas lainnya.
Dengan model ini, daerah bisa melihat apa yang diusulkan lewat Musrenbang, termasuk anggaran yang diusulkan.
Dia kuatir jika dana aspirasi itu disetujui, akan banyak proyek atau pembangunan yang tidak sesuai kebutuhan daerah. Maka yang terjadi adalah pemborosan uang negara. Dia juga mengapresiasi sikap Partai Nasdem yang sangat tegas menolak usulan tersebut.
Lebih lanjut Adrianus berharap partai lain bisa melakukan hal yang dengan Partai Nasdem karena usulan dana aspirasi itu memang tidak masuk akal.
Apalagi ditengah situasi bangsa yang sedang krisis seperti sekarang serta hilangnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga DPR.