Hakim Ketua di Luar Kota, Sidang PK Hadi Poernomo Belum Pasti
PN Jakarta Selatan kemungkinan besar akan menunda sidang peninjauan kembali atas putusan praperadilan yang memenangkan bekas Ketua BPK Hadi Pernomo.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemungkinan besar akan menunda sidang peninjauan kembali atas putusan praperadilan yang memenangkan bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo.
Ketua Humas PN Jakarta Selatan, I Made Sutisna, mengatakan pihaknya belum menerima kepastian sidang tersebut.
"Belum ada berita dari anggota majelisnya," kata Made saat dihubungi Tribunnews, Jakarta, Kamis (27/8/2015).
Made mengungkapkan laporan yang mereka terima adalah hakim ketua sidang tersebut mendapatkan tugas ke luar kota.
"Hakim ketuanya tanggal 27 dapat panggilan untuk pelatihan di luar kota," ungkap Made.
Sebelumnya, sidang perdana PK Hadi Poernomo dijadwalkan pada 19 Agustus 2015. Namun sidang harus ditunda lantaran Hadi belum memiliki kuasa hukum. Sidang kemudian memutuskan untuk melanjutkan pada 27 Agustus 2015.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan untuk sebagian bekas Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), Hadi Poernomo pada 26 Mei 2015. Hakim tunggal, Haswandi, mengatakan penetapan Hadi sebagai tersangka tidak sah lantaran penyelidik dan penyidik KPK tidak sah atau bertentangan dengan undang-undang.
Haswandi berpendapat seharusnya penyidik KPK berstatus penyidik sebelum diangkat atau diberhentikan oleh KPK, baik dari Polri atau Kejaksaan atau institusi lainnya.
Hakim Haswandi bahkan memerintahkan agar KPK menghentikan penyidikan kasus Hadi. KPK sebenarnya pernah hendak mengajukan banding. Namun, banding tersebut ditolak.
Hadi adalah tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia. Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.
Hadi diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait permohonan keberatan BCA selaku wajib pajak pada 2003. Dia disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Ketika itu BCA mengajukan keberatan pajak atas non performance loan yang nilainya Rp 5,7 triliun. Hadi diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA tersebut. (Eri Komar Sinaga)