Perjuangan Syafruddin, Penyandang Disabilitas Meraih Mimpi di Jakarta
Syafruddin merupakan penyandang disabilitas. Ia tidak memiliki kaki.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Syafruddin (45) menarik perhatian sebagian awak media yang sehari-hari bertugas di kompleks parlemen Jakarta.
Dengan motor khusus beroda tiga untuk penyandang disabilitas, ia bersama rekan-rekannya mengikuti pembahasan RUU Disabilitas dalam rapat paripurna DPR.
Syafruddin merupakan penyandang disabilitas. Ia tidak memiliki kaki.
Sehingga, ayah satu anak ini membutuhkan kursi roda untuk beraktivitas.
Temannya yang juga penyandang disabilitas membantu mendorong kursi roda menuju lift untuk naik ke balkon ruang rapat paripurna, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen.
"Saya berharap dampaknya (RUU Disabilitas) lebih bagus. Kami optimis aturan itu lebih memperhatikan kami," ujar Syafruddin membuka pembicaraan ketika ditemui Tribunnews.com.
Obrolannya lalu mengalir mengenai persoalan penyandang disabilitas. Waktu untuk berbicara memang tidak banyak.
Syafruddin sudah ditunggu teman-temannya dibalkon untuk memperjuangkan nasib mereka. Diawal pembicaraan, ia mengakui banyak hambatan yang dialaminya terutama dari sisi pekerjaan.
"Sudah pasti, hambatan pasti banyak kami dapati. Segi pekerjaan misalnya, selama ini kami menghadapi diskriminasi, selalu dianggap sebelah mata, disepelekan," kata Syafruddin.
Ia lalu bercerita mengenai pekerjaannya sebagai guru agama. Ya, guru agama bagi anak-anak jalanan di Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur. Anak jalanan yang dibinanya sekitar 50 orang berusia 18 tahun kebawah. Sedangkan keseluruhan anak jalanan yang dibina Social Development Centre (SDC) sekitar 250 anak. Lebih dari 10 tahun, ia membina anak jalanan dibawah naungan Kementerian Sosial.
Tetapi, ia merasakan adanya diskriminasi. Syafruddin tidak pernah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Padahal, tenaga honorer banyak yang diangkat menjadi PNS tidak lebih dari 10 tahun bertugas. "Jadi untuk saat ini saya sedang menghadapi diskriminasi. Pekerjaan saya pembinaan mental Agama Islam bagi anak-anak jalanan. Mengajari baca Al'Quran," katanya sambil tersenyum.
Ditengah perjuangannya agar berstatus PNS, Syafruddin masih memiliki kebanggaan. Setidaknya ada anak yang dibinanya tidak kembali kejalanan. Meskipun relatif sedikit. Sekitar 20 persen dari 50 anak jalanan. Ia juga tidak mendapatkan cemoohan dari anak jalanan saat mengajar Agama Islam. "Anak jalanan itu hanya sifat dan jiwa urakan, tapi hatinya lembut, kalau kita bisa memahami mereka, mereka juga enak sama kita," imbuhnya.
Syafruddin lalu bercerita mengenai kondisi fisiknya. Ia memang terlahir dengan kondisi tanpa kaki. Meskipun, orangtua dan kedua kakaknya normal. "Yang saya tahu di ilmu kesehatan, jaman dulu, kekurangan gizi atau gen. Keluarga saya normal semua," kata Syafruddin.
Namun, kondisi fisik yang tidak lengkap tak membuatnya patah arang. Ia tidak mengiba. Syafruddin menerima kondisi fisik tubuhnya. Dengan tekad kuat, Syafruddin menulis surat kepada Wakil Presiden saat itu, Try Sutrisno.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.