Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KMP Didorong Ajukan Hak Interpelasi Menteri Sudirman Said

Noorsy menuturkan hak interpelasi atau bertanya dapat mengungkap kebenaran soal pencatutan nama Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KMP Didorong Ajukan Hak Interpelasi Menteri Sudirman Said
Kompas.com
Menteri ESDM Sudirman Said. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Ichsanuddin Noorsy‎ meminta Koalisi Merah Putih (KMP) menggunakan hak interpelasi terhadap Menteri ESDM Sudirman Said terkait rekaman yang dilaporkannya ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Interpelasi merupakan hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

"SN (Setya Novanto) dan SS (Sudirman Said) hanya riak. RR (Rizal Ramli) bilang sinetron. Itu kesalahan SN sehingga KMP tersandera. Sesungguhnya yang terjadi peta politik mendelegitimasi. Empat anggota DPR mendelegitimasi SN dan KMP. Bila KMP tidak main-main maka interpelasi diwujudkan," kata Noorsy dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Minggu (22/11/2015).

Noorsy mengatakan dengan pengajuan interpelasi maka akan diketahui siapa yang berbohong dalam kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. "Interpelasi saja Sudirman Said, Gunakan hak bertanya itu. Harus tegas karena motifnya ada kontrak politik ekonomi yang sangat luar biasa," ujar Noorsy.

Noorsy menuturkan hak interpelasi atau bertanya dapat mengungkap kebenaran soal pencatutan nama Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Arahnya adalah presiden menyelamatkan kondisi politik di Indonesia. Presiden menyelamatkan harkat martabat bangsa dalam kancah multi nasional corporation , yang ternyata sudah melakukan praktek-praktek intelijen yang tidak menyenangkan," ujarnya.

Ia menyebutkan praktek-praktek intelejen terkait bocornya rekaman yang diduga dilakukan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin untuk memperpanjang kontrak.

"Dalam Konvensi Jenewa, sebetulnya praktek-praktek tersebut tidak boleh dipakai. Misalnya rekaman-rekaman yang diperoleh Snowden atau rekaman-rekaman percakapan yang diperoleh Ausie soal percakapan ‎Hatta Rajasa dan beberapa petinggi lainnya yang dipakai sebagai blackmail misalnya.‎ Lha ini tidak cocok dalam percaturan internasional. Karena dia tidak cocok dalam percaturan internasional, muncul dia harus dalam interpelasi, supaya harkat martabat kita tidak dipermalukan," ujarnya.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas