Standar Operasional Prosedur KPK Dinilai belum Memadai
PLT KPK, Johan Budi menerima sederet pertanyaan dari anggota DPR, dalam seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksana Tugas (PLT) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi menerima sederet pertanyaan dari anggota DPR, dalam seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi di Ruang Sidang Komisi III DPR, Senin (14/12/2015).
Beberapa anggota Komisi III DPR dari berbagai fraksi mempertanyakan kualifikasi Johan, yang dianggap tak memenuhi prasyarat pasal 29 huruf D Undang-undang no. 30 tahun 2002 tentang KPK.
Sebagaimana diketahui, pasal itu mengatur calon pimpinan KPK harus berijazah sarjana hukum, atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun di bidang hukum, ekonomi, keuangan atau perbankan.
Ada pun diketahui, bahwa Johan Budi berlatar belakang pendidikan Teknik Gas dan Petrokimia, sementara pengalaman kerjanya di KPK selaku institusi hukum baru terhitung selama 10 tahun.
Selain terkait riwayat profesional, para legislator juga mencecar Johan terkait langkah-langkah yang pernah dia tempuh semasa menjalani jabatannya di lingkaran KPK.
Di sela-sela kesibukannya menjadi Hakim MKD, Politisi Fraksi Partai NasDem Akbar Faizal turut menyampaikan sederet pertanyaan kepada Johan Budi.
"Saya menyempatkan diri mengikuti uji kelayakan Capim KPK, karena ada banyak pertanyaan yang ingin saya sampaikan kepada saudara capim Johan Budi," urai Akbar yang wira-wiri dari Ruang Sidang MKD dan Ruang Sidang Komisi III DPR setiap kali sesi rehat.
Akbar menanyakan peran Johan Budi di KPK selama ini dalam mengupayakan terbentuknya Standar Operational Procedure (SOP) pemberantasan korupsi yang baku.
Pertayaan itu diajukan oleh Akbar, mengingat Johan sudah berkiprah cukup lama di lingkungan KPK, mulai dari jabatan sebagai juru bicara, sebagai deputi pimpinan dan terakhir PLT Pimpinan KPK. Dalam hemat Akbar, dalam kiprah yang sedemikian lama, KPK belum memiliki prosedur kelembagaan yang memadai dalam upaya memberantas korupsi, dan sepanjang itu juga Johan terlibat di dalamnya.
Selain itu, Akbar juga mempertanyakan prosedur penyadapan KPK, karena persoalan itu pernah mencuat, khususnya terkait skandal mantan Ketua KPK Abraham Samad.
"Waktu ketemu Hasto (Sekjend PDIP, red), Abraham Samad tahu bahwa dia tidak jadi dicalonkan sebagai wakil presiden. Apakah dia tahu itu karena telah menyadap dengan alat KPK, atau dengan alat lain?” kata Akbar.
Menurut Akbar, persoalan-persoalan itu penting untuk mendapat klarifikasi, mengingat skala persoalannya yang sangat sensitif.
Akbar menjelaskan, dia menyempatkan diri menghadiri uji kelayakan Capim KPK di sela rehat sidang MKD, karena ingin mendengar klarifikasi itu. Menjawab pertanyaan Akbar, Johan Budi menjawab dengan diplomatis.
Soal Abraham Samad yang mengetahui informasi sebelum diberitahu Hasto, Johan menduga itu bukan berasal dari alat sadap KPK.