Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Putut Prabantoro: 2016, Year of Reshaping The Nation

Negara Indonesia yang berdaulat dihancurkan bukan oleh bangsa asing tetapi oleh bangsa sendiri.

Editor: Robertus Rimawan
zoom-in Putut Prabantoro: 2016, Year of Reshaping The Nation
net/google
Konsultan Komunikasi Politik, AM Putut Prabantoro. 

"Dan mereka juga melihat, ketika muncul kasus #papamintasaham, para pemimpin partai dan pemimpin nasional tidak ada yang berkomentar soal ini."

"Di mana mereka ? Mengapa tidak berkomentar?” Putut Prabantoro menguraikan lebih lanjut.

Menurut perkiraannya, 2016 merupakan Year of Reshaping The Nation – Tahun Pembentukan Kembali Bangsa, karena sudah pasti akan terjadi gelombang bersih-bersih.

"Tahun depan, oleh Putut Prabantoro, akan disebut sebagai Tahun Bengawan Solo, yang oleh Gesang pencipta lagu tersebut, dilukiskan keindahan dan kehebatan sungai tersebut dengan mengatakan, airnya mengalir sampai jauh, mengalir sampai ke laut.

“Ketika terjadi bersih-bersih secara alami, diharapkan pemerintah Joko Widodo dapat melakukan pembentukan kembali bangsa Indonesia. Reshaping itu mengandung arti membentuk kembali, menghancurkan bentuk lama dan membentuk baru."

"Tahun 2016 bukanlah Tahun Reformasi ataupun Tahun Renovasi. Artinya, kalaupun harus bersih-bersih, sapu yang digunakan untuk bersih-bersih, ya harus sapu yang bersih dan bukan sapu yang kotor,” tandas Konsultan Komunikasi Publik (POKJA) Bakamla RI itu.

Penulis buku “MIGAS THE UNTOLD STORY” terbitan Gramedia Pustaka Utama yang terbit pada 2014 ini menjelaskan, rakyat Indonesia harus mendukung dan sekaligus mencari pemimpin seperti Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama atau para pemimpin lain yang berani melawan arus kebiasan dan tradisi buruk.

Berita Rekomendasi

Bangsa Indonesia harus berani mencari para pemimpin yang mampu memberikan rasa malu pada dirinya sendiri.

Ancaman-ancaman yang terjadi dan diungkapkan oleh para tokoh nasional adalah sebenarnya menunjukkan ketidakmampuan bangsa ini menjaga kedaulatan, martabat dan kehormatan dirinya sendiri.

“Tidak ada ancaman bangsa asing kecuali keluar dari kekhawatiran dan ketakutan karena tidak mampu mengurus diri sendiri.

Isu adanya ancaman Papua serta Aceh melepaskan diri dari Indonesia bukan soal negara asing, tetapi persoalan bangsa Indonesia dan para pemimpinnya.

Novel Max Havelaar tentang perbudakan di Lebak, Banten oleh penguasa lokal pribumi, yang ditulis Eduard Douwes Deker pada tahun 1860 ternyata tidak terhapus dari sejarah tetapi sekarang semakin menjadi-jadi dan bahkan merata di seluruh Indonesia,” ujar editor buku maritim “TAHUN 1511 – Limaratus Tahun Kemudian”, yang ditulis bersama 30 wartawan seluruh Indonesia dan terbit pada 2011.

Diurai lebih dalam, dalam menulis novel itu, Douwes Dekker menggunakan nama samaran Multatuli – aku yang banyak menderita.

Sehingga merefleksi dari Max Havelaar hingga kasus #papamintasaham, ia mempertanyakan masa depan bangsa, apakah bangsa Indonesia dalam usia kemerdekaan ke70 tahun kedua akan muncul multatuli-multatuli lain yang mengisahkan tentang perbudakan para penyelenggara dan akan dibaca oleh generasi 70 tahun mendatang?(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas