Perppu Perlindungan Anak Tak Perlu Kebiri, Langsung Hukuman Mati
Nasir memberikan apresiasi atas sikap responsif Presiden Jokowi terhadap kondisi darurat kekerasan seksual, khususnya kepada anak.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil memberikan catatan terhadap Perppu Perlindungan Anak yang baru dikeluarkan Presiden Jokowi.
Nasir memberikan apresiasi atas sikap responsif Presiden Jokowi terhadap kondisi darurat kekerasan seksual, khususnya kepada anak.
"Dalam konteks ini, maka penyempurnaan UU Perlindungan Anak dengan memberikan pemberatan ancaman hukuman pidana adalah tepat, baik itu pidana penjara, maupun pidana denda," kata Nasir melalui pesan singkat, Kamis (26/5/2016).
Perppu tersebut juga berisi ancaman hukuman mati jika korban anak sampai luka berat, menderita gangguan jiwa, terganggu atau hilang fungsi reproduksinya hingga meninggal dunia.
Politikus PKS itu memberikan catatan terhadap jenis pidana tambahan berupa hukuman kebiri kimia yang ternyata tidak permanen yang dilakukan paling lama sesuai dengan pidana pokok yang dijatuhkan. Akibat kebiri tidak permanen, maka akan menimbulkan pertanyaan bagaimana efek jera.
"Kalaupun permanen akan mengancam hak asasi dan kodrati manusia berkaitan dengan urusan biologis," katanya.
Untuk itu, politikus asal Aceh ini menilai tidak diperlukannya hukuman kebiri, tetapi langsung hukuman mati. Namun, penerapannya harus proporsional dan terukur.
Nasir juga mengkritisi tidak adanya pasal mengenai upaya pencegahan dan rehabilitasi kepada anak korban kekerasan seksual.
Padahal, hal itu seharusnya menjadi bagian utuh dalam Perppu, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam program-program pemerintah, baik pusat maupun daerah.
"Satu hal yang juga perlu dicatat, kejahatan seksual ini tidak berdiri sendiri. Ada banyak variabel yang melatarbelakanginya," katanya.
Nasir menyebut faktor lingkungan, pendidikan, gaya hidup, masalah rumah tangga, tontonan, media massa, dan sebagainya.
Hukuman yang berat semestinya juga diikuti dengan langkah-langkah antisipasi yang memadai.
"Pemerintah bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang dapat mereduksi kemungkinan para pelaku pedofil beraksi. Pemerintah juga misalnya harus berpikir bagaimana membuat tayangan-tayangan yang dikonsumsi masyarakat tidak justru mendorong perilaku-perilaku menyimpang," ungkapnya.
Nasir pun berharap para hakim yang menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak untuk memiliki frame yang sama akan darurat kekerasan seksual terhadap anak.
"Hakim diminta agar memberikan hukuman yang seberat-beratnya terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut," tuturnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.