Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Menilai Revisi Undang-Undang ITE Semakin Tidak Jelas

Revisi Undang-Undang ITE sebaiknya mengedepankan perlidungan hak warga negara berekspresi, jangan justru melagengkan kriminalisasi.

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Y Gustaman
zoom-in Pengamat Menilai Revisi Undang-Undang ITE Semakin Tidak Jelas
Harian Warta Kota/henry lopulalan
PENCEMARAN NAMA BAIK - Kuasa hukum mantan Ketua DPR Setya Novanto, Firman Wijaya menjawab pertanyaan wartawan saat mendatangi Bareskrim Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (8/1). Kedatangan Firman Wijaya tersebut untuk mengkoordinasikan pemanggilan kliennya oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri terkait laporan yang dibuat Setya Novanto atas Menteri ESDM, Sudirman Said dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin terkait atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik serta UU ITE. WARTA KOTA/henry lopulalan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo mengatakan pembahasan revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebaiknya tetap mengedepankan perlindungan hak warga negara dalam berekspresi.

Regulasi tersebut bukan untuk memfasilitasi pejabat maupun penguasa yang antikritik sehingga dapat melakukan kriminalisasi terhadap seseorang yang tidak disuka.

Sebagai contoh, sejak pengesahan UU ITE pada 2008 hingga saat ini tercatat ada 186 orang yang menjadi korban kriminalisasi. Umumnya mereka dilaporkan pejabat di level daerah dan pusat yang tidak suka dikritik.

"Ini sekaligus menegaskan indikasi kriminalisasi terhadap warga yang mengutarakan pendapat di dunia maya bakal terus berlanjut. Penyebabnya, draf revisi masih menerapkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE atau penyebaran informasi yang bermuatan tentang penghinaan dan pencemaran nama baik," jelas Supriyadi dalam keterangan resminya, Jakarta, Kamis (18/8/2016).

Kondisi ini bakal diperparah dengan penghapusan Pasal 43 ayat (6) UU ITE tentang prosedur penahanan oleh penyidik kepolisian.

Ketentuan ini, sambung Supriyadi, menjelaskan penahanan boleh dilakukan apabila ada surat penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam tempo 1x24 jam.

BERITA TERKAIT

"Polisi bisa semakin leluasa. Kami berharap semua pasal di UU ITE yang cenderung mengkriminalisiasi masyarakat dihapus, karena aturannya sudah ada di KUHP (Pasal 310 dan 311)," lanjut dia.

Supriyadi menilai harapan masyarakat untuk menghentikan berbagai bentuk kriminalisasi melalui revisi UU ITE ibarat jauh panggang dari api. Selama pasal karet pencemaran nama baik masih ada, potensi kriminaliasi tetap menjadi ancaman.

"Arah revisi UU ITE semakin buram. Inilah yang dipertahankan untuk bisa mengkriminalisasi para netizen. Pejabat 'baper' (sensitif, red) senang sekali dengan UU ini," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas