Kapolri: Teroris Kalau Ditangkap Hidup Nangis Hilang Kesempatan Masuk Surga
mereka berpandangan penangkapan itu menghilangkan kesempatan masuk surga
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menyebutkan pelaku teroris sering menangis bila ditangkap hidup-hidup.
Sebab, mereka berpandangan penangkapan itu menghilangkan kesempatan masuk surga.
"Konfrontasi, kalau mereka bisa kontak tembak-menembak. Kalau bisa membunuh aparat, mereka berpahala besar, kalau mati langsung masuk surga," kata Tito dalam rapat dengan Pansus RUU Terorisme di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
"Penangkapan hidup mereka menangis. Kalau bom dan senjata, ditangkap hidup-hidup nangis karena hilang kesempatan masuk surga," katanya.
Ia mencontohkan saat peristiwa bom Thamrin terjadi. Pelaku membawa bom di dalam tas.
Bom tersebut seharusnya bisa ditinggal untuk diledakkan dengan menggunakan timer.
Hal yang sama juga terjadi dalam peristiwa teror bom di Medan.
"Tapi dia ledakkan sendiri, dia mau bunuh diri," kata Jenderal Bintang Empat itu.
Ia pun membandingkan teroris dengan pelaku kejahatan lainnya.
Contohnya, kasus narkoba, separatisme di Papua dan koruptor, dimana pelakunya takut mati.
Tito pun meminta anggota Pansus RUU Terorisme memahami data 121 pelaku yang meninggal.
Ia mengatakan hal tersebut bukan keinginan aparat.
"Bukan kita mau, tapi resiko besar. bukan maunya kita, kayak kasus Thamrin tembak menembak. Kita maunya mereka menyerahkan diri," kata Tito.
Tito mengingatkan korban dari pihak TNI/Polri mencapai 30 orang.
Sementara, masyarakat yang meninggal akibat aksi terorisme mencapai ratusan orang.
Ia pun mempertanyakan keadilan bila terdapat aparat yang dibawa ke praperadilan HAM .
"Apa adil, tembak menembak di Jl Thamrin, mereka mati, kemudian petugas yang menembak kena peradilan HAM," ujarnya.
Tito juga mencontohkan peristiwa tembak menembak dalam kasus penangkapan gembong teroris Noordin M Top. Hal yang sama saat peristiwa Poso.
"Kita maunya surat panggilan agar Santoso datang ke kantor polisi agar mendengarkan keterangan tersangka, tapi ini kan enggak mau. Jadi kalau ada peradilan adhoc khusus terorisme bisa khusus pelaku," katanya.