Ramai Perdebatan di Medsos soal Impor Cangkul dari China, Benarkah? Ini Penjelasan Pemerintah
Dalam sepekan terakhir sejumlah media online memberitakan soal impor cangkul dari China.
Penulis: Hasanudin Aco
Baik berdaulat misalnya di bidang pangan maupun alat-alat pertanian.
"Cangkul kita bisa buat, mosok cangkul saja impor ya repot," ucapnya.
Menurut dia untuk bisa mandiri dan berdaulat tentu perlu dukungan dari pemerintah pusat maupun daerah.
Selain itu juga dukungan dari perguruan tinggi yang ada di Indonesia.
"Tidak bisa dipungkiri, kita bisa berdaulat pangan terutama, kalau didukung kemampuan teknologi. Sehingga perlu bekerjasama dengan kampus maupun stakeholder lainya bisa dipercepat," katanya.
Nah, ternyata kebijakan mengimpor cangkul dari China bukanlah barang baru.
Setidaknya di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Semarang, cangkul asal pabrikan China ini sudah lama diperjualbelikan.
"Kalau sejak kapan lupa saya, tapi sudah lama cangkul China ini dijual," kata Sri (45) pemilik kios Blok D 13, Pasar Babadan yang khusus menjual alat-alat pertanian saat ditemui, Senin (31/10/2016).
Menurut Sri, harga cangkul asal China lebih mahal dibandingkan dengan cangkul produksi dalam negeri. Cangkul asal China dihargai Rp 85.000 per buahnya. Sedangkan cangkul produksi sebuah pabrik asal Surabaya hanya Rp 35.000, satu buahnya. Meski demikian, cangkul asal China lebih laku karena lebih awet.
"Banyak yang suka cangkul China karena kekuatannya 10 kali lipat. Kalau beli yang lokal, sudah ganti sepuluh kali, cangkul yang China ini masih awet," ujarnya.
Sepintas, cangkul China yang dijual di kios milik Sri ini tidak begitu kentara perbedaanya dengan cangkul buatan lokal. Hanya sedikit lebih lebar dan diberi cat warna hitam pada daun cangkulnya.
Ada cap timbul berupa dua bulatan dan stiker bulat warna hijau putih bergambar ayam dan tulisan China. Sementara cangkul pabrikan lokal, diberi cat biru pada daun cangkulnya dan stiker prisma warna hijau putih dan bergambar ayam jago.
Sri lantas menunjukkan letak keawetan cangkul asal China ini. Yakni antara mata cangkul dengan bawak atau lubang tangkai tidak ada sambungannya. "Kalau yang dari Surabaya ini, cangkul dengan lubang gagangnya itu besinya sambungan," ucapnya.
Berdasaran pengalamannya, penggunaan cangkul impor dengan cangkul lokal juga berbeda. Kata Sri, cangkul impor lebih banyak dipakai untuk proyek-proyek besar, sedangkan proyek-proyek skala rumahan lebih banyak memakai cangkul pabrikan lokal.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.