Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PSI Mendorong Generasi Milenial Memiliki Partisipasi Politik Tinggi

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sudah dikenal publik sebagai partai anak muda.

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-in PSI Mendorong Generasi Milenial Memiliki Partisipasi Politik Tinggi
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie (tengah) bersama Ketua PSI Isyana Bagoes Oka (tiga kiri), dan Sekjen PSI Raja Juli Antoni (tiga kanan) serta pengurus lainnya mengadakan jumpa pers, di Jakarta, Selasa (11/10/2016). Jumpa pers terkait PSI menjadi satu-satunya partai yang lolos dalam verifikasi partai politik tahun 2016 yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sudah dikenal publik sebagai partai anak muda.

Tetapi gagasan mengusung politik anak muda bukan tanpa tantangan. 

Fenomena Brexit di Inggris dan kemenangan Donald Trump di Amerika Serikat menunjukkan tingginya aktivitas anak-anak muda di media sosial, tetapi tidak mau datang memilih ke TPS. 

"Generasi milenial sangat energetik, kreatif, dan fasih dengan teknologi. Tetapi bagaimana mendorong agar partisipasi politiknya juga tinggi," ungkap Ketua Umum DPP PSI Grace Natalie dalam pembukaan diskusi serial Pojok Tanah Abang Solidarity Lecturer dengan tema "Menakar Peluang Politik Anak Muda pada Pemilu 2019 di basecamp atau kantor DPP PSI Jalan Wahid Hasyim 194 Jakarta Pusat, Rabu (23/11/2016).

Soladarity Lecturer yang dicanangkan setiap Rabu ini merupakan perdana.

Dalam kesempatan ini, hadir sebagai pembicara Direktur Saiful Mujani Research and Consulting Djayadi Hanan, Direktur Eksekutif CSIS Philip J. Vermonte dan mantan jurnalis Kompas, Andy Budiman sebagai moderator.

Djajadi Hanan mengakui jumlah pemilih usia muda (38 tahun ke bawah) sangat besar, bahkan mayoritas karena mencapai 55%.

Berita Rekomendasi

Namun, dia mengingatkan, sebagai partai baru, PSI harus menggunakan pendekatan yang lebih personal dan segmented untuk menggarapnya. 

"Jadilah tokoh di tempat masing-masing, beda dengan partai-partai besar yang punya tokoh nasional," usul Djajadi. 

Pasalnya, anak muda kurang suka dengan isu-isu politik yang hard. Mereka lebih suka yang sifatnya non-politis.

"Mereka gandrung dengan aktivisme sosial, tetapi tidak diwujudkan dalam organisasi yang birokratik, lebih suka yang kurang formal dan cross-cutting," ucapnya.

Tantangan lain, volatilitas anak muda dalam perilaku memilih tinggi, mudah pindah ke lain hati.

"Positifnya, ini peluang bagi partai baru, sepanjang bisa memberi jawaban atas persoalan anak muda," kata Djajadi. 

Sementara itu, Philips J Vermonte menyarankan demografi pemilih usia muda harus dipetakan di tingkat dapil. Penting pula dicari irisan antara usia dengan kelas ekonomi. 

"Semua partai akan mencari pemilih anak muda, tetapi pasti beda antara anak muda PSI yang melek socmed dengan anak muda PDIP yang menarasikan wong cilik," kata Philips. 

PSI harus melakukan kampanye yang berbasis data, tidak bisa menjaring semua pemilih, harus sangat segmented.

"Tidak jadi soal pola kampanye yang retrospektif (mengumbar prestasi) ataukah prospektif (menawarkan janji-janji asalkan kredibel), yang penting harus tergeted," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas