Kasus E-KTP, Cerita 'Uang Taksi' dari Kakak Andi Narogong
Mantan Staf Perekayasa Muda Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri Sampurno mengakui menerima uang
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Staf Perekayasa Muda Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri Sampurno mengakui menerima uang dari angota Tim Fatmawati.
Tri Sampurno menjelaskan, pemberian tersebut adalah kelanjutan dari pertemuan yang telah mereka hentikan dengan Tim Fatmawati di Ruko Fatmawati. Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan e KTP yang digelar di Pengadilan Tipikor, Kamis (13/4) kemarin.
Dalam kesaksiannya diungkap, setelah penghentian pertemuan yang telah berlangsung selama lima kali, Staf pada Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi Staf kembali menginformasikan, diundang Tim Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang ingin melakukan demo terhadap e-KTP yang mereka kembangkan.
Tim PNRI yang dimaksud adalah tim yang sama mereka temui saat pertemuan di Ruko Fatmawati. Tri Sampurno dan Husni Fahmi akhirnya bersedia memenuhi undangan tersebut karena berpendapat yang mengundang mereka adalah industri.
"Ketika undangan demo ini konteksnya industri yang undang BPPT kami hadir dalam konteks menyaksikan pemaparan mereka," kata Tri Sampurno dalam kesaksiannya
Aksi demo e-KTP tersebut dilakukan di kantor PNRI di Salemba, Jakarta Pusat. Demo tersebut berlangsung dua kali dan yang kedua kalinya mulai sejak sore hingga malam. Karena waktu sudah malam, Tri kemudian ditawarkan untuk ikut mobil anggota PNRI yang kebetulan ke arah Cibubur. Tri Sampurno ikut mobil karena rumahnya di Bogor.
Di dalam mobil tersebut ada Dedi Prijono, kakaknya pengusaha Andi Narogong. Dalam kesaksiannya, Tri Sampurno mengaku melihat satu orang yang sebelunnya belum pernah dia temui sebelumnya. Di dalam mobil tersebut, Tri Sampurno mengaku ditawarkan uang dan meminta diturunkan di dekat McDonald.
"Terakhir saya dipaksa menerima uang taksi. Ini uang taksi, saya nggak mau Pak, nggak usah. Tapi dipaksa akhirnya saya terima dan kemudian saya turun di Cibubur. Waktu itu saya buka jumlahnya di taksi Rp 2 juta," ungkap Tri Sampurno.
Menurut Tri Sampurno, aksi demo produk tersebut terjadi sekitar tahun 2010 dan juga dihadiri MUdji Rachmat Kurniawan dan Dudy Susanto dari PT Softob Technology Indonesia.
Selain menerima uang dalam jumlah kecil, Tri Sampurno juga menerima uang sejumlah 20.000 Dolar Amerika Serikat dari Johannes Marliem. Johannes Marliem adalah Direktur PT Biormorf dan penyedia produk automated finger identification system (AfIS) merk L-1. Ceritanya, saat itu L-1 sudah ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan e-KTP.
Tahun 2012, Kementerian Dalam Negeri meminta satu orang dari BPPT sebagai tim teknis e-KTP untuk mendampingi Husni Fahmi yang akan berangkat ke Amerika Serikat untuk menghadiri Biometric Consorsium Conference. Di acara yang sangat bergengsi tersebut, Kementerian Dalam Negeri diminta menjadi keynote speaker.
Tri Sampurno berangkat karena Menteri Dalam Negeri berhalangan tidak bisa hadir dan didisposisi ke Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil dan kemudian didisposisi ke Husni Fahmi.
Tri Sampurno kemudian terpilih karena Tri adalah tim teknis yang cukup memahami kondisi dan implementasi sistem biometrik di Kementrerian Dalam Negeri. Tri Sampurno awalnya menduga biaya perjalanan ke Amerika Serikat ditanggung oleh Kementerian Dalam Negeri namun dibiayai oleh PT Biomorf dalam hal ini Johannes Marliem.
Saat masih di Bandara Soekarno-Hatta jelang penerbangan ke Amerika Serikat, Tri menerima uang dalam amplop dari pegawai Johannes Marliem. Uang tersebut di luar biaya akomodasi dan transportasi.
"20 Ribu Dolar AS. Kebetulan yang menerima adalah saya, waktu itu saya terima ketika pagi hari kami akan berangkat di Bandara Soettasaya terima dari pegawai Johanes Marliem," ungkap Tri,
Karena uang tersebut dianggap terlalu besar, Tri memutuskan untuk memberikannya ke Husni Fahmi. Tri Sampurno hanya menerima layaknya jika ada seorang pegawai yang dinas luar negeri yang dibayar 150 dolar untuk satu hari.
"Saya memang tidak banyak pergi ke luar negeri. Tapi pernah ke Inggris. Waktu itu saya dapat 150 dolar per hari. Jadi waktu itu 10 hari (di Amerika) kali 150 jadi 1500 Dollar," kata Tri Sampurno. (tribunnews/ erik sinaga/theresia felisiani)