Intrans: Parpol Lama Jangan Gali Kubur Sendiri
Menurut dia, bisa dibayangkan bagaimana nasib PPP, PKB, PKS di Sulawesi Utara, Papua, Papua Barat dan NTT.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana tentang diperberatnya persyratan untuk mengikuti Pemilihan Umum 2019 melalui RUU Pemilihan Umum yang akan segera disahkan oleh DPR RI mengandung konsekuensi tidak satupun parpol bisa mengikuti Pemilu 2019.
Jika benar bahwa kepengurusan dan keanggotan partai wajib 100% di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, maka itu adalah bunuh diri yang dilakukan Parpol yang sekarang ada di parlemen.
Demikian dikemukakan Direktur Intrans, Andi Saiful Haq, kepada pers di Jakarta, Senin (29/5/2017).
"Hal ini paling mengancam parpol yang berbasis agama," kata Saiful Haq.
Menurut dia, bisa dibayangkan bagaimana nasib PPP, PKB, PKS di Sulawesi Utara, Papua, Papua Barat dan NTT.
"Satu saja dari Kabupaten/Kota yang tidak dinyatakan memiliki kepengurusan, maka Parpol tersebut tidak akan bisa mengikuti Pemilu 2019," kata Saiful Haq.
Saiful menegaskan wacana itu bukan hanya mengancam parpol berbasis agama, namun parpol yang lain juga akan berat memenuhi persyaratan tersebut.
"Contoh misalnya PDIP dan Hanura di Aceh yang masih punya ingatan tentang masa Operasi Militer di Aceh. Belum tentu kedua parpol ini akan mampu memenuhi persyaratan administrsi di seluruh kabupaten/kota yang tersedia," ujar Saiful Haq.
"Dengan memaksakan persyaratan sedemikian berat. Parpol di DPR sedang menggali kuburannya sendiri," Saiful menambahkan.
Dia menegaskan bahwa upaya-upaya sabotase oleh parpol lain mudah dilakukan untuk menggagalkan satu partai tertentu.
"Contoh: Misalnya saya dari Partai A, saya punya niat buruk, saya datangi pengurus Partai C di Kabupaten yang lemah, saya kasih 1 milliar satu orang, anda mundur pada saat verifikasi dilakukan KPU. Maka secara hukum partai yang bersangkutan tidak lolos dan tidak mungkin bisa ikut dalam Pemilu 2019," kata Saiful.
Selain bunuh diri, lanjut Saiful, parpol lama sebenarnya sedang melakukan upaya sia-sia dan culas. Dengan menyatakan hanya parpol baru yang akan diberlakukan peraturan seperti itu.
"Mereka lupa bahwa hal yang sama telah dialami oleh DPR periode selanjutnya, alih-alih memberatkan kehadiran partai baru, malah berbalik memberatkan diri sendiri setelah Mahkamah Konsititusi menetapkan bahwa berdasarkan asaz keadilan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum, maka UU Pemilu dinyatakan berlaku dan mengikat parpol baru maupun lama," kata Saiful.
Dia menegaskan bahwa sudah ada aturannya, sudah ada preseden hukumnya.
"Saya kira Parpol lama terlalu ketakutan dengan kehadiran parpol-parpol baru. Ditengah kinerja eksekutif yang cepat dan baik, terutama figur-figur lokal, Parpol di DPR malah terkesan paranoid dan sibuk membentengi diri dengan persyaratan yang berat, namun tidak diberlakukan pada diri mereka sendiri. Harusnya percaya diri saja, jangan berlindung dibalik perundang-undangn tapi kesannya ketakutan," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.