Sejumlah Nama Diduga Penerima Dana Proyek E-KTP Menghilang dari Putusan Terdakwa Irman
Sejumlah nama penerima hasil korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 tidak sebanyak sebagaimana yang disampaikan JPU KPK.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah nama penerima hasil korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 tidak sebanyak sebagaimana yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dari sekian banyak anggota DPR RI yang sebelumnya disebut menerima anggaran e-KTP, kini dalam putusan terdakwa Irman dan Sugiharto, hanya ada tiga nama yang menerima yakni Miryam S Haryani dari Partai Hanura dan Markus Nari serta Ade Komaruddin dari Partai Golkar.
Anggota Majelis Hakim Franki Tambuwun mengatakan mengenai realisasi pembayaran termin 1, 2, 3 dan 4 oleh Andi Agustinus yang akan disalurkan langsung ke DPR tidak bisa dipastikan oleh Sugiharto.
"Tapi apakah Andi Agustinus sudah menyalurkan secara langsung ke pihak-pihak di DPR itu, terdakwa satu tidak mengetahuinya," kata Franki Tambuwun saat membacakan pertimbangan hakim putusan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Diduga menciutnya jumlah nama-nama penerima tersebut adalah karena majelis hakim tidak mempertimbangkan keterangan Berita Acara Pemeriksaan Miryam S Haryani saat di penyidikan KPK yang telah dicabut Miryam.
Majelis hakim berpendapat bahwa BAP di tingkat penyidikan pada hakekatnya hanya merupakan pedoman untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara, bukan sebagai alat bukti keterangan saksi.
Keterangan saksi yang dapat berfungsi sebagai alat bukti yang sah adalah keterangan yang diberikan saksi di persidangan.
"Menimbang bahwa dengan pertimbangan di atas maka keterangan saksi Miryam S Haryani yang dipergunakan sebagai alat bukti dalam perkara ini adalah keterangan saksi yang diberikan saksi tersebut di persidangan," kata Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar Butar.
Sebagian besar nama-nama diduga menerima dana anggaran proyek KTP elektronik yang menghilang adalah Gamawan Fauzi, Anas Urbaningrum, Olly Dondokambey, Agun Gunandjar, Yasonna Laoly, Ganjar Pranowo, dan masih banyak lagi.
Jaksa Lapor ke Pimpinan KPK
Dalam putusan terdakwa Irman dan Sugiharto, majelis hakim tidak menyertakan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam pasal penyertaan.
Padahal, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak dakwaan hingga tuntutan, meyakini Setya Novanto adalah otak di balik korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012.
Menanggapi putusan tersebut, JPU KPK Irene Putrie tidak banyak menanggapi.
Walau tidak disertakan, Irene menegaskan hakim tetap menyertakan fakta pertemuan antara Setya Novanto dengan para terdakwa terkait pembahasan e-KTP.
"Itu yang saya sampaikan. Bahwa ada pihak-pihak lain yang mewujudkan tindak pidana. Jadi fakta ada pertemuan dengan Setya Novanto kemudian tanggapan Setya Novanto itu dijelaskan," kata Irene Putrie.
Irene Putrie juga tidak mau menduga apakah itu disebabkan karena majelis hakim tidak mempertimbangkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka Miryam S Haryani yang telah dicabut di pengadilan.
Hakim memutuskan hanya menggunakan keterangan di persidangan karena itu lah yang menjadi alat bukti.
"Hakim hanya menyampaikan bahwa hakim kemudian menetapkan bahwa keterangan yang di pengadilan lah yang jadi pertimbangan. Itu hakim yang bisa jawab. Itu nanti kita sampaikan ke pimpinan laporan untuk kita," kata Irene Putrie.
Saat sidang putusan keduanya, Majelis Hakim hanya mengatakan Irman dan Sugiharto bekerja sama dengan bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan calon peserta lelang.
"Terjadi penerimaan uang dari penganggaran sampai lelang agar pihak tertentu menang dengan cara yang tidak benar," kata anggota majelis hakim Anshari.
Markus Terima Uang di Gedung Tua TVRI
Anggota Komisi IV DPR RI Markus Nari terungkap menerima uang diduga dari hasil korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 sejumlah 400.000 Dolar Amerika Serikat.
Uang tersebut diterima dari terdakwa dua atau Sugiharto yang diserahkan di dekat gedung TVRI, Jakarta Pusat.
"Uang selanjutnya diserahkan ke Markus Nari di gedung tua dekat TVRI Senayan dengan mengatakan 'Pak ini titipan dari Pak Irman, cuma Rp 4 miliar tidak cukup Rp 5 miliar' dan dijawab Markus Nari ya enggak-apa-apa," kata anggota majelis hakim Franki Tambuwun.
Menurut hakim, permintaan uang tersebut berawal dari pertemuan dengan terdakwa Irman di ruang kerjanya.
Saat itu, Markus Nari meminta sejumlah Rp 5 miliar. Atas permintaan uang tersebut, Irman kemudian memerintahkan Sugiharto mencari uang.
Sugiharto kemudian mencari uang tersebut ke Vidi Gunawan. Vidi adalah adik dari tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Pada kasus tersebut, Markus Nari telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP elektronik.
Dia dikenakan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Politikus Partai Golkar itu terlebih dahulu menjadi tersangka dalam kasus dugaan menghalangi, merintangi, atau menggagalkan penyidikan dan penuntutan perkara e-KTP yang dilakukan KPK. (eri/wly)
Berikut adalah nama-nama yang disebut mendapat keuntungan dari proyek e-KTP berdasarkan keterangan majelis hakim :
1. Miryam S Haryani sejumlah 1,2 juta dolar AS
2. Diah Angraini 500 ribu dolar AS
3. Markus Nari 400 ribu dolar as atau Rp4 miliar
4. Ade Komarudin 100 ribu dolar AS
5. Hotma Sitompul 400 ribu dolar AS
6. Husni Fahmi 20 ribu dolar AS dan Rp30 juta
7. Drajat Wisnu 40 ribu dolar AS dan Rp25 juta
8. Enam orang anggota panitia lelang masing-masing Rp10 juta
9. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN masing-masing Rp1 miliar dan untuk kepentingan gathering dan SBI sejumlah Rp1 miliar
10. Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi dan Kurniawan masing-masing Rp60 juta
11 Mahmud Toha Rp30 juta
12. Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp137,989 miliar
13. Perum PNRI Rp107,710 miliar
14. PT Sandipala Artha Putra Rp145,851 miliar
15. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding companty PT Sandipala Artha Putra sejumlah Rp148,863 miliar
16. PT LEN Industri Rp3,415 miliar
17. PT Sucofindo sejumlah Rp8,231 miliar
18. PT Quadra Solution Rp79 miliar
Nama-nama yang sebelumnya disebut Jaksa Penuntut Umum:
1. Gamawan Fauzi USD 4,5 juta dan Rp 50 juta
2. Diah Anggraini USD 2,7 juta dan Rp 22,5 juta
3. Drajat Wisnu Setyaan USD 615 ribu dan Rp 25 juta
4. 6 orang anggota panitia lelang masing-masing USD 50 ribu
5. Husni Fahmi USD 150 ribu dan Rp 30 juta
6. Anas Urbaningrum USD 5,5 juta
7. Melcias Marchus Mekeng USD 1,4 juta
8. Olly Dondokambey USD 1,2 juta
9. Tamsil Lindrung USD 700 ribu
10. Mirwan Amir USD 1,2 juta
11. Arief Wibowo USD 108 ribu
12. Chaeruman Harahap USD 584 ribu dan Rp 26 miliar
13. Ganjar Pranowo USD 520 ribu
14. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR USD 1,047 juta
15. Mustoko Weni USD 408 ribu
16. Ignatius Mulyono USD 258 ribu
17. Taufik Effendi USD 103 ribu
18. Teguh Djuwarno USD 167 ribu
19. Miryam S Haryani USD 23 ribu
20. Rindoko, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing USD 37 ribu
21. Markus Nari Rp 4 miliar dan USD 13 ribu
22. Yasonna Laoly USD 84 ribu
23. Khatibul Umam Wiranu USD 400 ribu
24. M Jafar Hapsah USD 100 ribu
25. Ade Komarudin USD 100 ribu
26. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing Rp 1 miliar
27. Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp 2 miliar
28. Marzuki Ali Rp 20 miliar
29. Johanes Marliem USD 14,880 juta dan Rp 25.242.546.892
30. 37 anggota Komisi II lainnya seluruhnya berjumlah USD 556 ribu, masing-masing mendapatkan uang berkisar antara USD 13 ribu sampai dengan USD 18 ribu
31. Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing Rp 60 juta
32. Mahmud Toha sejumlah Rp 3 juta
33. Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp 137.989.835.260
34. Perum PNRI Rp 107.710.849.102
35. PT Sandipala Artha Putra Rp 145.851.156.022
36. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra Rp 148.863.947.122
37. PT LEN Industri Rp 20.925.163.862
38. PT Sucofindo Rp 8.231.289.362
39. PT Quadra Solution Rp 127.320.213.798,36