Menteri Nasir Berburu Dosen HTI, Hasilnya Diumumkan 26 Juli
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi berburu dosen maupun perangkat kampus yang menjadi pengikut organisasi Hizbut Tahrir Indonesia.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi berburu dosen maupun perangkat kampus yang menjadi pengikut organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Menristekdikti M Nasir memastikan bakal mengumumkan hasil penelusuran mereka pada 26 Juli mendatang.
"Nanti akan saya umumkan tanggal 26 (Juli 2017)," ujar Menristekdikti M Nasir di Istana Negara, Jakarta, Senin (24/7/2017).
Pemerintah telah mencabut badan hukum HTI lantaran dianggap berbeda haluan dengan Pancasila. Oleh karena itu, semua pegawai negeri sipil harus berpegang teguh pada Pancasila dalam hal bernegara.
"Kalau terjadi pelanggaran disiplin, pegawai diperingatkan. Cara memperingatkannya adalah mereka harus kembali lagi, mengundurkan diri kalau dalam kepengurusan, dia harus mengundurkan diri, dan dia tak lakukan aktivitas kembali seperti sebelumnya sebagai HTI," ungkapnya.
Menurutnya, dosen atau pegawai kampus yang tidak berafiliasi dengan HTI bisa tetap bekerja di perguruan tinggi negeri. Namun, bila mereka memilih HTI, Nasir meminta mereka untuk mengundurkan diri dari PNS.
"Ya, tiga kali peringatan, peringatan itu bisa 1 sampai 2 bulan. Tujuannya agar mereka kembali lagi membangun pendidikan tinggi lebih baik," paparnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, PNS yang tergabung dalam struktur HTI harus segera mengundurkan diri.
"Kalau dia sebagai pengurus, ya silakan mundur (dari PNS). Karena dia berarti sudah kader kan," ujar Tjahjo.
"Gimana kalau dia sendiri sudah anti-Pancasila? Padahal kan tugasnya adalah menjabarkan sila-sila Pacasila, membuat Perda dan kebijakan lain," lanjut dia.
Namun, Tjahjo mengingatkan, harus diteliti lebih jauh mengenai tingkat keanggotaan seorang PNS dalam keorganisasian HTI.
PNS yang tingkat keanggotaannya pada level rendah jangan sampai menjadi korban melalui pemberhentian.
"Jangan baru ikut dakwah sehari, baru jadi simpatisan, diminta mundur. Intinya kan disadarkan, dipanggil. Kan ada Forkopimda-nya," ujar Tjahjo.
Terkait imbauan ini, Tjahjo mengaku sudah mengirimkan surat ke kepala daerah se-Indonesia.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur memastikan PNS yang tergabung dalam HTI akan diberi sanksi.
Asman mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengkaji aturan yang memungkinkan PNS diberi sanksi apabila bergabung dengan organsiasi kemasyarakatan yang dilarang oleh pemerintah.
"Yang jelas pasti melanggar. Cuma pasal berapa, lagi saya suruh cari sama staf saya," kata Asman.
"Biar jelas nanti bahwa berdasarkan PP nomor sekian, UU ini, bahwa ini dilarang. Jadi sanksinya apa, jadi kita bicaranya berdasarkan legalitas saja," tambah dia.
Asman mengakui saat ini ada PNS yang merupakan anggota HTI. Namun, ia masih menunggu laporan formal dari setiap institusi terkait.
Misalnya, terkait ada beberapa dosen yang diduga menyebarkan ajaran HTI, Kemenpan-RB masih menunggu laporan dari Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi.
"Nanti yang kita pegang adalah informasi yang formal. Artinya yang legalitasnya bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.
Sangkal Gabung HTI
Ketua Kwartir Nasional Pramuka Adhyaksa Dault memastikan tidak ikut bergabung dalam HTI.
Adhyaksa mengatakan dirinya sudah pernah memberikan klarifikasi tertulis kepada Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, Badan Intelijen Negara, termasuk ke Menpora Imam Nachrowi, terkait masalah ini.
Kemudian dia juga mengaku dalam berbagai kesempatan sudah melakukan klarifikasi di media televisi, koran, radio, media online dan media sosial.
Adhyaksa menyatakan, dirinya hadir pada acara HTI tahun 2013 hanya sebagai undangan.
"Saya hadir di acara HTI itu tahun 2013, hanya sebagai undangan, bukan simpatisan, apalagi anggota, seperti halnya Pak Din Syamsuddin dan tokoh lainnya," kata Adhyakasa melalui keterangan tertulis.
Adhyaksa mengatakan sudah menjelaskan panjang lebar soal khalifah, baginya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara sudah final dan harus kita jaga.
"Ini jelas, tegas, dan sikap saya sejak dulu," ujar Adhyaksa.
Namun, Adhyaksa menduga, Menpora belum sempat membaca surat klarifikasi darinya dan juga tak mengikuti klarifikasi terbukanya kepada umum yang sudah hampir dua bulan lalu diviralkan.
"Pak Imam Nahrowi sebagai Menpora, saya mengerti kesibukan pejabat tinggi negara seperti beliau orang terpandang di negeri ini, sehingga mungkin menurutnya seharusnya saya menghadap beliau secara khusus dan langsung menjelaskan panjang lebar dan minta restu dan maaf padanya," ujar Adhyaksa.
Jika hal itu yang diinginkan Menpora, demi kepentingan gerakan Pramuka, Adhyaksa menyatakan dia siap bertemu Menpora. Ia tak ingin masalah pribadinya dicampurkan dengan kepentingan Pramuka.
"Ke depan saya siap menghadap jika diminta menghadap olehnya, agar kegiatan Raimuna Nasional yang akan dihadiri oleh 15.000 Pramuka penegak dan pandega yang akan hadir di Jakarta tiga minggu lagi bisa terlaksana dan juga tak dicampuradukan lagi berlarut-larut antara kepentingan Pramuka dengan hal pribadi," ujar Adhyaksa.
Saat ditanya apa dampak pembekuan anggaran ini, Adhyaksa menyatakan akan menunggu perkembangan selanjutnya.
"Kita lihat saja, enggak usah dibekukan. Ini kan kita mau ada Raimuna, kita lihat saja dulu," ujar dia.
Kementerian Pemuda dan Olahraha membekukan anggaran Pramuka sebesar Rp 10 miliar, sebagai respons pernyataan dari Ketua Kwartir Nasional Pramuka Adhyaksa Dault yang diduga mendukung khilafah dan Hizbut Tahrir Indonesia. (kps)