MUI dan KPI Siapkan Aturan Bersama untuk Penceramah Agama di TV, Minimal Pernah Ikuti Pelatihan
Ketua Komisi Dakwah MUI ,Cholil Nafis, menjelaskan dalam pedoman bersama dengan KPI diatur juga kriteria penceramah yang bisa tampil di televisi.
Editor: Hasanudin Aco
Untuk kasus terakhir, KPI menyatakan telah mengkaji tayangan tersebut dan akan mengeluarkan keputusan pada Rabu (09/08).
Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, mengatakan pedoman itu akan mengatur agar materi ceramah di televisi tidak menimbulkan kontroversi. Salah satunya penceramah yang menyebut 'adanya pesta seks di surga'.
"Kita punya wacana ke depan untuk menertibkan hal seperti ini dengan menggandeng MUI dan Kemenag terutama tentang substansi dari dakwah itu sendiri. Kalau KPI sendirian tidak sesuai dengan tafsir yang benar itu akan jadi resisten. Indonesia kan sangat plural, bisa jadi satu tafsir bisa berbeda dari kelompok masyarakat. Kita tak ingin melakukan teguran atau penghentian sementara, namun nanti malah muncul reaksi lagi dari masyarakat," kata Dewi.
Selama ini, menurut Dewi, KPI mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dalam mengkaji kelayakan siaran televisi.
"Kita memang sejauh ini yang jadi acuan itu adalah bagian penting dari ceramah atau dakwah, tetapi pada kenyataannya ada hal-hal lain yang jadi offside jadi permasalahan tersendiri. Itu kan masuk ke wilayah norma ya, tidak ada perbandingan agama dan lain sebagainya. Hal-hal ini sebenarnya belum diatur," jelas Dewi merujuk pada kasus penceramah yang menyebut 'adanya pesta seks di surga'.
Dalam Standar Program Siaran P3SPS tahun 2012 pasal 7 huruf (a); tidak berisi serangan, penghinaan dan/atau pelecehan terhadap pandangan dan dan keyakinan antar atau dalam agama tertentu serta menghargai etika hubungan antarumat beragama; (b) menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham dalam agama tertentu secara berhati-hati, berimbang, tidak berpihak, dengan narasumber yang kompeten dan dapat dipertanggungjawabkan. (c) tidak menyajikan perbandingan agama; dan (d) tidak menyajikan alasan perpindahan agama seseorang atau sekelompok orang.
Materi dan hiburan
Produser eksekutif program religi di stasiun televisi Indosiar, Budi Joko enggan mengomentari rencana MUI dan KPI tersebut. Namun, dia bisa memahami bahwa pemilihan penceramah di televisi harus hati-hati agar tidak menimbulkan kontroversi.
"Secara umum sebenarnya, (program siaran religi) lebih pada memperdalam atau memperkaya belajar agama Islam. Pertama, karena kapabilitas, mamah (Dedeh) punya jamaah yang banyak. Penonton TV kan tidak hanya butuh pengetahuan tapi butuh entertainment dan mamah punya itu. Selain menjelaskan (dari sisi) keilmuannya, dia juga bisa menjelaskannya dengan tidak kaku," jelas Budi.
Budi mengakui sangat terbuka terhadap kritik dan pernah mendapatkan kritik terkait konten ceramah Mamah Dedeh, tetapi bisa diselesaikan dengan dialog.
"Jadi setelah itu dalam episode lain ada penjelasan yang lebih luas terkait materi tersebut," jelas Budi.
Pada awal Agustus ini, Mamah dan Aa Beraksi yang menjadi salah satu acara religi unggulan di stasiun televisi Indosiar menjadi sorotan pengguna media sosial. Acara yang menampilkan penceramah utama Dedeh Rosidah yang dikenal dengan sebutan Mamah Dedeh itu dikritik sejumlah dokter hewan.
Mereka keberatan dengan ucapan Mamah Dedeh yang menyebut bahwa orang Muslim dilarang menjadi dokter hewan. Ucapan itu dilontarkan ketika menjawab pertanyaan seorang jemaah tentang profesi dokter yang melakukan operasi kepada anjing.
Belakangan, dalam pertemuan dengan Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Rabu (03/08) lalu, Mamah Dedeh menyampaikan permintaan maaf.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.