Lewat Membaca Buku, Anak-Anak Manggarai Bisa Nonton Gratis Bioskop
Di Jakarta, Komunitas Jendela menjadi wadah bagi anak-anak marjinal Manggarai, Jakarta Selatan, menambah pengetahuan lewat buku-buku atau belajar.
TRIBUNNEWS.COM - Hari Aksara Internasional yang jatuh pada 8 September lalu, seakan menguatkan niat Komunitas Jendela untuk melebarkan sayapnya.
Di Jakarta, komunitas yang digagas Prihatiningsih ini, menjadi wadah bagi anak-anak marjinal Manggarai, Jakarta Selatan, menambah pengetahuan lewat buku-buku atau belajar dengan relawan. Tak hanya itu, komunitas ini juga membuka program bagi orang tua yang buta huruf.
Lalu seperti apa asyiknya belajar di sana? Berikut kisah lengkapnya seperti dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Di sebuah taman di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, belasan anak usia SD sedang asyik belajar tentang dunia hewan. Beralas tikar, mereka duduk mendengarkan penjelasan seorang relawan.
Di seberang taman, dua relawan dengan telaten mengajar berhitung kepada belasan bocah yang belum masuk usia sekolah. Dan tak hanya berhitung, mereka juga diajarkan menulis dan membaca.
Sementara, lima anak SMP belajar sejarah di ruang berukuran 3x3 meter –yang juga difungsikan sebagai perpustakaan. Letaknya berada tepat di seberang taman. Di perpustakaan itu pula, ada satu lemari besar berisi puluhan buku; cerita anak dan novel remaja.
Inilah aktivitas Komunitas Jendela yang digagas Prihatiningsih pada akhir 2012 silam. Komunitas ini mulanya dilahirkan di Yogyakarta oleh para relawan di Indonesia Mengajar angkatan ke-2 pada awal 2011. Pri adalah salah satu pendirinya. Komunitas ini kemudian menjalar hingga ke sembilan kota dan provinsi; Bandung, Malang, Jember, Lampung, Nusa Tenggara timur, Nusa Tenggara sampai Sumatera Utara.
“Karena kondisi Manggarai cukup representatif untuk bikin kegiatan. Anak-anaknya banyak tapi waktu itu belum banyak kegiatan yang seperti ini. Kemudian di sini lingkungan pemulung juga. Dulu kami dapat support dari CSM Kargo yang kantornya sebelah situ. Jadi waktu pertama kali merintis yang Jakarta yang punya CSM Kargo bilang kalau mau bilang di Manggarai aja, di sini banyak anak-anak. Kami didukung dan disewakan tempat ini pada awal-awal. Berdirilah Jendela jakarta di Manggarai,” kata Pri.
Lulusan Universitas Gajah Mada ini asli Yogyakarta, lalu hijrah ke Jakarta untuk bekerja sebagai Junior Officer Experience Recruitment di PT Pertamina. Tapi sisa-sisa semangat memberi dari Indonesia Mengajar tak juga lenyap. Itu mengapa, di sini ia melebarkan sayap komunitas.
Komunitas Jendela di Manggarai, punya program Satu Bulan Satu Buku. Kata Pri, anak-anak yang bisa mengumpulkan banyak poin diberi hadiah. Lewat pengumpulan poin mereka bisa mendapat apresiasi. Mungkin diajak ke museum atau diajak nonton ke bioskop.
Meski fokus pada peningkatan minta baca, kegiatan Komunitas Jendela tidak melulu belajar di kelas. Ada juga kegiatan bermain dan mengunjungi tempat-tempat tertentu. Misalnya ke museum yang ada di Jakarta.
“Jadi kegiatan-kegiatan kami selalu disisipkan pesan-pesan moral yang baik kemudian nila-nilai kedisiplinan, kerjasama, bagaimana membangun kepercayaan diri anak-anak. Jadi intinya kami berharap dengan ikut kegiatan Jendela mereka tidak sekedar minat bacanya meningkat tapi karakter juga berkembang ke arah positif,”kata Pri.
Namun begitu, pekerjaan Komunitas Jendela tak cuma mengurusi bocah-bocah. Pri menemukan banyak orang tua di sini yang buta huruf. Karena itulah, ia juga membuka program belajar untuk para orang tua. Program ini dilaksanakan setiap pekan dengan menyesuaikan waktu mereka. Jumlah pesertanya tak sampai sepuluh orang.
Seorang relawan, Frizka Fauziah Utami, mengaku senang bergabung di Komunitas Jendela. Mahasiswi Semester 5 Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta ini mengatakan, dirinya jadi terbiasa membaca buku agar bisa memberikan banyak pengetahuan kepada anak-anak.
Sementara, salah satu orang tua, Yeni, ingin Komunitas Jendela tetap bertahan di Manggarai. Perempuan berusia 32 tahun ini bercerita, anaknya yang baru kelas 2 Sekolah Dasar jadi memiliki kegiatan positif selain di sekolah dan di rumah.
“Banyak manfaatnya. Pertama pada Sabtu-Minggu anak jadi ada kegiatan di sini. Tadinya yang cuma maen doang kan. Walaupun di sini sebenarnya belajarnya sambil bermain ngga hanya patokan belajar. Entar sore ada kegitan mengaji. Terus kadang kakaknya suka ngadain reward kalau yang sudah selesai baca buku nanti diajak berenang. Jadi banyak lah manfaatnya,” kata Yeni.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.