Ombdusman Temukan Banyak Maladministrasi Dalam Proses Penempatan Pekerja Migran
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Ombudsman RI, terdapat maladministrasi dalam proses penempatan pekerja migran.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Ombudsman RI, terdapat maladministrasi dalam proses penempatan pekerja migran selama periode Juni-September 2017.
Bahkan maladministrasi dalam proses penempatan pekerja migran sudah terjadi di tahap awal yakni di tahap perekrutan.
Baca: Sandiaga: Pemprov DKI Akan Bangun Shelter Ojek Online di Tanah Abang
Komisioner Ombdusman RI Ninik Rahayu mengatakan maladministrasi tersebut juga terjadi di tahap pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, pemeriksaan kesehatan dan psikologis, perjanjian kerja dan pembekalan akhir penempatan (PAP).
"Bentuk maladministrasi yang terjadi dari hasil temuan Ombudsman berupa penyimpangan prosedur, tidak kompeten, permintaan imbalan, tidak memberikan pelayanan, penyalahgunaan wewenang, dan perilaku tidak patut," kata Ninik saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Baca: Agar Solid dan Berhasil, Idrus Marham Dorong Airlangga Rombak Kepengurusan DPP Golkar
Dalam paparannya, Ninik mengungkapkan terjadinya maladministrai itu disebabkan beberapa faktor.
Sebut saja kurangnya pengawasan pemerintah dalam hal ini yang seharusnya dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI, Pemerintah Daerah, dan Dinas Ketenagakerjaan.
Selain itu, Ninik juga mengungkapkan adanya kewenangan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) dalam pengiriman tenaga kerja yang diberikan Pemerintah meliputi keseluruhan proses pra penempatan mulai dari job order hingga keseluruhan persyaratan dokumen kerja.
Baca: Kader Daerah Nilai Airlangga Hartarto Mampu Bawa Semangat Baru untuk Kemajuan Golkar
"Kondisi ini menyebabkan ada ketergantungan calon pekerja migran hanya kepada PPTKIS dan tidak ada ruang intervensi dari Pemerintah," kata Ninik.
Faktor lainnya adalah rendahnya kontrol dari masyarakat dan kearifan lokal untuk melindungi dan mencegah migrasi yang tidak aman dan sering berulang.
Adapun kajian dilakukan pada bulan Juni-September 2017 dengan data dari Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Riau dan DKI Jakarta.