Anggota TNI-Polri Ikut Pilkada 2018, Kontras Khawatir Upaya Mobilisasi
Yati Andriyani menganggap hal tersebut sebagai sebuah kemunduran dari penyelesaian agenda reformasi.
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani mengingatkan salah satu agenda reformasi yang belum tuntas yakni reformasi TNI dan Polri.
Ia menyebutkan 20 tahun lalu, dua lembaga tersebut dipisahkan dari ranah politik praktis untuk menjaga netralitas TNI-Polri yang menjadi penopang utama pertahanan dan keamanan Indonesia.
Saat ini, sejumlah anggota TNI - Polri yang terhitung masih aktif mengikuti politik praktis melalui partisipasi mereka di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018.
Baca: Kata Jusuf Kalla Soal Jenderal TNI dan Polri Ikut Pilkada 2018
Yati Andriyani menganggap hal tersebut sebagai sebuah kemunduran dari penyelesaian agenda reformasi.
Saat ini yang bisa dilakukan masyarakat, adalah memastikan kedepannya kedua lembaga tersebut tetap netral.
"Masyarakat harus ikut berpartisipasi memantau. Kami juga sepakat, Kontras, Imparsial, YLBHI dan Perludem, untuk membuka posko pengaduan masyarakat, kalau ada pelanggaran netralitas TNI Polri," ujarnya dalam konfrensi di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2018).
Baca: Deretan Fakta Meritha Vridawati, Wanita Cantik yang Ditemukan Tewas di Selokan
Dalam Undang-Undang (UU) yang menaungi kedua lembaga tersebut, sudah jelas mereka dilarang terlibat politik praktis. TNI melalui UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, melarang prajuritnya terlibat politik praktis.
Sementara Polri mmelalui Udang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, melarang hal serupa.
"Tampaknya partai politik, mencoba memanfaatkan celah, karena aturan soal pilkada, hanya mengharuskan mereka mengundurkan diri dari institusinya masing-masing," katanya.
Sebagai aparat negara, anggota TNI - Polri aktif juga dibekali dengan kewenangan, kekuasaan serta fasilitas negara.
Mereka yang aktif dan ikut pilkada, juga memiliki bekal yang sama.
Yati Andriyanti menganggap hal tersebut rawan disalahgunakan, untuk kepentingan pribadi mereka.
"Sangat mungkin ada upaya mobilisasi-mobilisasi tertentu, karena mereka menguasai dari tingkat profinsi, kabupaten, kecamatan hingga desa. Kalau kita lihat TNI-Polri kan jiwa korsanya tinggi, sangat mungkin hubungan-hubungan kewilayahan itu dimanfaatkan untuk meraup dukungan," katanya.
Menjaga netralitas kedua lembaga tersebut selama pelaksanaan Pilkada 2018 sangat penting dilakukan, karena hal tersebut akan jadi acuan untuk membaca netralitas TNI-Polri pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, di mana Presiden RI. Joko Widodo, digadang-gadang akan ikut maju untuk mempertahankan jabatannya.