PDIP Akan Fokus Pada Penguatan Kepemimpinan Emiliana Nomleni
Menurutnya, yang menimpa Marianus merupakan contoh buruk calon pemimpin yang tidak layak ditiru.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyampaikan pernyataan tegasnya terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap bakal calob gubernur NTT Marianus Sae.
Ia pun sangat menyesalkan peristiwa tersebut.
Menurutnya, yang menimpa Marianus merupakan contoh buruk calon pemimpin yang tidak layak ditiru.
“Apa yang terjadi menunjukkan pentingnya pemimpin yang berkeadaban, pemimpin yang tidak menghalalkan segala cara, dan pemimpin yang bertanggung jawab secara moral, untuk menjadikan rakyat sebagai sumber inspirasi kepemimpinannya," ujar Hasto, Senin (12/2/2018).
Ia menambahkan, partainya akan terus mencermati persoalan kasus korupsi yang menimpa Marianus untuk melihat potensi motif politik yang ada dibalik itu.
Meskipun Marianus yang baru bergabung dalam partai PDIP telah dipecat dari keanggotaannya.
"Meskipun Marianus Sae telah dibebastugaskan, PDI Perjuangan terus mencermati persoalan tersebut, guna mencari motif-motif politik dibalik persoalan tersebut," kata Hasto.
Saat ini, kata Hasto, PDIP fokus untuk penguatan kepemimpinan Emiliana sebagai representasi PDIP di NTT.
Baca: KPK Temukan Struk ATM di Hotel Tempat Bupati Ngada Menginap Saat OTT
"Dengan demikian kepentingan PDI Perjuangan di NTT adalah penguatan kepemimpinan Emiliana Nomleni, partai akan terus mencermati dinamika politik pilkada tersebut," tegas Hasto.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ngada sekaligus bakal cagub NTT, Marianus Sae sebagai tersangka kasus suap proyek jalan di Nusa Tenggara Timur.
Marianus ditetapkan sebagai tersangka, bersamaan dengan Direktur Utama (Dirut) PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu.
Penetapan tersangka keduanya telah diumumkan oleh Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2018).
Marianus diduga menerima suap sebesar Rp 54 miliar dari Wilhelmus, terkait sejumlah proyek jalan di Kabupaten Ngada.
Dalam kasus tersebut, Marianus disebut menjanjikan proyek-proyek tersebut kepada Wilhelmus.
Marianus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Wilhelmus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.