PPP Akui Pengesahan UU MD3 Terburu-buru
Arsul menilai seharusnya ada jeda sedikit waktu lagi untuk mengkaji ulang pasal-pasal yang banyak dikritik oleh masyarakat.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasihat sekaligus anggota Fraksi PPP DPR RI Arsul Sani mengakui pengesahan revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3), terlalu terburu-buru.
Arsul menilai seharusnya ada jeda sedikit waktu lagi untuk mengkaji ulang pasal-pasal yang banyak dikritik oleh masyarakat.
"Bagi Fraksi PPP seperti itu. Paling tidak disahkan setelah satu masa sidang lagi," ujar Arsul, dalam diskusi polemik di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2018).
Ia menyebut ada sejumlah pasal yang kiranya masih diperbaiki. Menurutnya, akan lebih baik jika ada sebuah penjelasan dalam undang-undang agar tidak menimbulkan salah tafsir ke depannya.
"DPR seharusnya juga lebih banyak mendengarkan pendapat dari masyarakat sipil dan ahli hukum tata negara. Kemudian, membandingkan aturan-aturan yang dianggap krusial," katanya.
Baca: Fraksi PPP Setujui Panggil Paksa Tanpa Penyanderaan
Selain itu, Arsul juga menyampaikan bahwa PPP setuju dengan pemanggilan paksa, namun tidak dengan penyanderaan.
Diketahui dalam ayat 6 pasal 73 UU MD3, polisi berhak menyandera pihak yang menolak hadir diperiksa DPR paling lama 30 hari.
"Soal pemanggilan paksa kami oke. Tapi kami nggak setuju kalau sudah dipanggil paksa lalu disandera. Itu semua harus diatur detail dalam UU MD3, karena ini hukum acara, tidak bisa diatur lewat aturan lain di bawah undang-undang," tukasnya.