Pemerintah Inkonsisten Apabila Presiden Tidak Teken UU MD3
Menurut Riza sikap presiden tersebut merupakan bentuk inkonsostensi pemerintah dalam pembahasan undang-undang.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria mengaku heran dengan sikap Presiden yang tidak mau menandatangani Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD ( MD3) .
Menurut Riza sikap presiden tersebut merupakan bentuk inkonsostensi pemerintah dalam pembahasan undang-undang.
"Ya jadi kita juga heran pemerintah ini. Pemerintah ini kok enggak konsisten. Dalam pembuatan UU itu kan jelas mekanismenya antara pemerintah dan DPR. Jadi UU ini bukan produk DPR sendiri. Dengan pemerintah," ujar Riza Kamis, (22/2/2018).
Seharusnya bila pemerintah tidak setuju disampaikan dalam pembahasan. Sehingga UU MD3 tidak kadung disetujui dan kemudian disahkan dalam rapat paripurna. Sehingga dengan tidak ditekennya UU MD3 menurut Riza timbul pertanyaan sebenarnya Menkumham Yasonna Laoly mewakili siapa.
Baca: KPKNL Pajang Mobil Mewah Nazaruddin dan Luthfi Hasan untuk Dicek Langsung Calon Pelelang
"Ini menterinya pemerintah apa bukan sebetulnya, kan itu jadi pertanyaan kita semua. Itu kan pembahasan dengan menteri. Semua pasal semua kalimat semua kata semua titik koma semua huruf itu disusun bersama antar DPR bersama pemerintah. Enggak ada itu disusun sendiri oleh DPR," katamya.
Menurutnya selama ini banyak rancang undang-undang yang tidak disetujui pemerintah. Hanya saja, penolakan tersebut disampiakan dalam pembahasan bukan setelah diparipurnakan.
"Nah seharusnya sebelum paripurna kalau kemudian pemerintah tdk setuju atau keberatan atau punya pendapat lain. Bukan setelah selesai dibahas," katanya.
Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Presiden kemungkinan tidak akan menandatangani pengesahan UU MD3. Ketidakmauan tersebut sebagai bentuk protes presiden terhadap sejumlah pasal yang dinilai kontorversial.
Adapun pasal yang dinilai kontroversial tersebut yakni, pasal 73 ayat 3 dan 4, pasal 122 huruf K, dan pasal 245 ayat 1. Adapun ketiga pasal tersebut memang menjadi sorotan dalam pembahasan UU MD3:
Pasal 73 UU MD3 menyebutkan polisi wajib membantu memanggil paksa, pihak yang diperiksa DPR. Selain itu pasal 122 huruf K yang dapat mempidanakan mereka yang dianggap merendahkan martabat DPR. Terakhir pasal 245 yang mana pemanggilan anggota dewan harus seizin presiden dengan sebelumnya melalui pertimbangan MKD.