Rekan Jejak Penzoliman dan Pengkriminalisasian Mujianto Bos PT Cemara Asri Group
Sebidang tanah milik Mujianto, bos PT Cemara Asri Group, seluas 3,4 hektar yang terletak di Kampung Salam Belawan, Medan
Editor: FX Ismanto
Mujianto dituduh melakukan penipuan sebesar Rp 3 miliar. Untuk hal itu, Mujianto dengan nada emosi mengatakan, “Apabila Rosihan Anwar cs dan penyidik bisa membuktikan hasil kerja penimbunan dengan material pasir laut diatas lahan seluas 1 hektar, seperti yang dilaporkan Armen Lubis dengan tuntutan Rp 3 miliar, maka demi keadilan dan kebenaran saya akan membayar Rp 6 miliar”.
Mujianto mengaku kaget dengan tuduhan penipuan tersebut. “Apanya yang saya tipu? Apa yang saya gelapkan? Biarlah proses hukum yang menyelesaikan semuanya,” tandas Mujianto yang juga Ketua Yayasan Budha Tzu Chi Sumatera Utara ini.
Dia menambahkan, “Kalau benar sudah ditimbun 1 hektar, seperti laporan Rosihan Anwar cs, berarti tinggal 2,4 hektar lagi yang harus ditimbun dengan tanah. Faktanya, masih 3,4 hektar yang ditimbun dengan tanah. Saya duga yang diklaim 1 hektar sudah ditimbun pasir laut tersebut adalah fiktif yang terindikasi dirangkai data-data palsu”.
Mujianto juga menilai dirinya bukan saja dizolimi, tapi juga dikriminalisasi oleh oknum penyidik Unit 1 Subdit II Hardah Bangtah Ditreskrimim Polda Sumut. “Oknum penyidik sepertinya terus menerus mencari-cari kesalahan saya. Padahal, sampai kini saya tidak pernah merugikan pihak manapun, termasuk pihak yang melaporkan saya (Armen Lubis cs),” ujar Mujianto dengan nada tinggi.
Tidak itu saja, kabarnya, pihak kepolisian juga tidak pernah menggelar perkara secara terbuka dan memanggil baik saksi-saksi dari pihak Mujianto maupun ahli pertambangan dan sebagainya untuk dimintai keterangan. “Gelar perkara hanya dilakukan secara internal dan penetapan tersangka hanya berdasarkan pengaduan Sdr. Armen saja,” kata Mujianto.
Beberapa waktu lalu, Kombes Pol Andi Rian Djajadi SIK Direktur Ditreskrimim Polda Sumut menyampaikan bahwa pihaknya telah menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Mujianto. Terhitung Kamis, 19 April 2018, Mujianto masuk dalam DPO. Alasannya, Mujianto telah dua kali mangkir dari panggilan penyidik.
Hal ini dibantah Mujianto, “Tidak benar saya mangkir. Kalau pun tidak datang ada surat yang saya berikan yang menerangkan ada kegiatan-kegiatan sosial yang sudah terjadwal jauh hari sebelumnya. Jadi, bukan saya mangkir”. Mujianto mengaku ke Singapura untuk berobat.
Bagi Mujianto, penetapan DPO dirinya adalah bentuk penzoliman. “Ini sudah benar-benar penzoliman dan sudah diluar logika,” ujarnya ketika dihubungi. Dirinya mengaku, tidak menghadiri dua kali panggilan bukan untuk menghindari pemeriksaan atau takut, tetapi pemeriksaan dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan hukum yang sebenarnya.
“Saya sudah bolak-balik diperiksa penyidik selama enam bulan terakhir. Bahkan sempat ditahan selama 8 hari. Saya terus menjalani pemeriksaan secara kontinu. Sekarang saya sedang berobat ke Singapura,” ujar Mujianto yang mengaku akan tetap kooperatif.
Mujianto menambahkan, “Dalam kasus ini pun saya tidak bisa digugat secara perdata karena memang tidak ada pekerjaan penimbunan pasir laut di lahan saya yang dilakukan Armen Lubis cs. Selain itu, saya juga tidak kenal dengan Armen Lubis”.
Uniknya, berkas perkara Mujianto tidak kunjung lengkap (P21). Pihak Kejaksaan Tinggi Sumut telah 3 kali mengembalikan berkas tersebut, yakni 1 Februari 2018, 20 Maret 2018, dan 7 April 2018 karena belum lengkap.
Menurut Kepala Seksi Penerangan Umum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Sumanggar Siagian, pihaknya menilai berkas perkara Mujianto belum bisa P21 karena memang belum lengkap. “Kalau dinilai sudah lengkap secara yuridis formil materil kita akan P21. Saat ini pihak kejaksaaan masih meneliti berkas-berkas perkara Mujianto,” jelasnya.
Mujianto terus bergerak mencari keadilan dan kebenaran. Baginya, kasus yang menerpa dirinya sangat tidak masuk akal. Dituntut oleh orang yang sama sekali tidak ia kenal. Pun tidak punya hubungan kerja dengan dirinya. Bahkan, ia secara khusus menyurati Presiden Joko Widodo, Komisi III DPR RI, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Propam Mabes Polri untuk meminta perlindungan hukum atas rasa ketidakadilan yang ia alami.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.