Pengamat: Definisi Kampanye Masih Jadi Bahan Perdebatan
Temuan itu muncul di sebuah iklan kampanye yang tayang di koran Jawa Pos terbitan 23 April 2018.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bawaslu RI menemukan dugaan pelanggaran Pemilu berupa kampanye di luar jadwal yang dilakukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Temuan itu muncul di sebuah iklan kampanye yang tayang di koran Jawa Pos terbitan 23 April 2018.
Praktisi hukum pemilu, Ahmad Irawan, mengatakan setelah ditetapkan sebagai partai politik peserta Pemilu 2019, PSI mempunyai kewajiban untuk mengikuti aturan kepemiluan yang ada termasuk mengenai kampanye.
Namun, menurut dia, terkadang masih terjadi perdebatan mengenai definisi kampanye.
“Kampanye pemilu merupakan wujud konkrit pendidikan politik. Hal yang kompleks biasanya berkenan apakah peserta pemilu melakukan kampanye atau tidak. Kadang debatnya tidak mengenai fakta, tapi pada definisi kampanye,” kata Ahmad Irawan, Minggu (20/5/2018).
Baca: Dirut Bulog Budi Waseso Panen Pujian dari Menteri Rini, Beliau Talenta Terbaik Bangsa
Dia melihat, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah menggeser paradigma kampanye. Sebelumnya, kata dia, unsur kampanye harus kumulatif. Artinya, dia menjelaskan, semua unsur kampanye harus terpenuhi.
Sedangkan saat ini, menurut dia, kampanye bersifat imperatif-alternatif. Sehingga, cukup untuk pembuktian salah satu unsur kampanye.
“Tapi pertanyaan yang tidak terjawab pergeseran paradigma adalah bagaimana cara meyakinkan pemilih? Itulah dalam sisi teknis penyelenggaraan yang dilarang. Bahwa cara meyakinkan pemilih oleh peserta pemilu ada waktu dan tempatnya,” ujarnya.
Baca: Survei 20 Tahun Reformasi Indo Barometer: Rakyat Keluhkan Sulit Cari Lapangan Kerja
Setelah disinyalir melakukan pelanggaran berupa kampanye di luar jadwal, PSI tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan koreksi. Dari sisi hukum, kata dia, tidak diatur mengenai upaya untuk melakukan koreksi terhadap temuan tersebut.
Dia menjelaskan, hal ini berbeda dengan panwas di tingkat kota/kabupaten yang hasil rekomendasi dan temuan dapat dikoreksi oleh Bawaslu di tingkat provinsi dan begitu seterusnya.
Akhirnya, Bawaslu RI justru memilih menindaklanjuti temuan itu dengan cara melaporkan Sekjen PSI, Raja Juli Antoni, dan Wasekjen PSI, Chandra Wiguna, ke Bareskrim Polri, pada Kamis (17/5/2018).
“Jika PSI keberatan dengan kesimpulan dan rekomendasi panwas, maka harusnya diberikan upaya hukum koreksi. Tapi dari sisi hukum, ruang itu tidak tersedia apabilah rekomendasi tersebut keluar dari Bawaslu RI,” ujarnya.